Mengheningkan Cipta di Monumen Perjuangan Tanah Aron

Monumen Perjuangan Tanah Aron

Halo Sobat Urvasu, tidak terasa kita sudah memasuki tahun yang baru. Bagaimana kalian merayakan pergantian tahun? Kalau saya menyempatkan diri berlibur sehari di Kabupaten Karangasem. Saya menginap semalam di sebuah penginapan yang ada di dekat sebuah istana air milik kerajaan Karangasem, yakni Taman Tirta Gangga. Sangat menyenangkan sekali dapat melihat indahnya Taman Tirta Gangga dari teras kamar tempat saya menginap. Selain mengunjungi Tirta Gangga, saya juga mengunjungi Balai Warak di dekat Taman Ujung, berkeliling di Sibetan, berkunjung ke rumah salah satu penerima Beasiswa KIDS dari YKIP, dan yang menurut saya highlight dari kegiatan saya selama di Karangasem adalah mengunjungi Monumen Perjuangan Tanah Aron.

Awalnya, saya tidak merencanakan untuk mengunjungi Monumen Perjuangan Tanah Aron ini. Saya melihat plang petunjuk ke monumen ini saat saya tersesat karena mengikuti petunjuk Gmap saat janjian dengan siswa asuh YKIP tersebut. Monumen ini terletak di Banjar Tanah Aron, Desa Buana Giri, Kecamatan Bebandem, Karangasem. Karena penasaran, saya mencari informasi lebih lanjut mengenai apa yang terjadi di Tanah Aron, hingga sebuah monumen didirikan di tempat ini.

Pendirian Monumen Perjuangan Tanah Aron: Mengenang Perang Revolusi

Monumen Perjuangan Tanah Aron didirikan untuk mengenang perjuangan para pahlawan revolusi yang dipimpin oleh Pahlawan Nasional I Gusti Ngurah Rai. Pasukan I Gusti Ngurah Rai berperang melawan tentara NICA yang berusaha merebut wilayah Indonesia untuk kembali dikolonisasi meskipun Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Pasukan pimpinan I Gusti Nurah Rai ini dikenal dengan nama Ciung Wanara, sebuah pasukan yang terkenal akan kegigihannya dalam berjuang serte semangat mereka yang menggebu-gebu mempertahankan kemerdekaan RI.

Pada tanggal 7 Juli 1946, sebuah pertempuran dahsyat terjadi di Tanah Aron antara pasukan Ciung Wanara dengan pasukan NICA. Perang ini adalah bagian dari strategi I Gusti Ngurah Rai untuk memecah pasukan NICA yang berjaga di Pelabuhan Gilimanuk. Saat itu, pasukan pejuang dari Bali meminta bantuan senjata dari Jawa, namun NICA menjaga Pelabuhan Gilimanuk degan sangat ketat. I Gusti Ngurah Rai berharap dengan long march ini, pasukan NICA akan mengikuti Ciung Wanara dan melemahkan penjagaan mereka di Gilimanuk. Siasat ini berhasil menarik pasukan NICA mengikuti mereka ke arah timur, namun ternyata penjagaan di Gilimanuk tidak dikendorkan.

Rute perjalanan pejuang Ciung Wanara

Selama perjalanan menuju Karangasem, pasukan NICA terus menguntit dan sempat terjadi kontak senjata di daerah Bangli. Meskipun demikian, Pasukan Ciung Wanara berhasil membawa pasukan NICA ini ke Tanah Aron. Pada tanggal 7 Juli 1946, pecah pertempuran Tanah Aron yang mengakibatkan tewasnya 82 orang anggota pasukan NICA. Menurut pelaku sejarah, tidak ada seorang pun pasukan Ciung Wanara yang gugur, namun informasi lainnya menyatakan satu anggota pasukan bernama I Soplog gugur dalam pertempuran ini. I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya kemudian menyingkir ke puncak Gunung Agung sembari meminta penduduk setempat untuk membuat orang-orangan sawah dan ditempatkan di area pertempuran. Setelah pasukan Ciung Wanara sampai di Puncak Gunung Agung, benar saja bala bantuan NICA datang ke Tanah Aron dan menembaki semua orang -orangan sawah tersebut. Siasat pasukan Ciung Wanara berhasil mengecoh NICA sekaligus menguras persediaan peluru mereka. Untuk memperingati kemenangan ini, pemerintah mendirikan sebuah monumen yang dikenal dengan Monumen Perjuangan Tanah Aron.

Menuju Monumen Perjuangan Tahan Aron

Monumen Perjuangan Tanah Aron terletak di Kecamatan Bebandem, cukup jauh dari Tirta Gangga. Dari pertigaan di Pande Besi, saya mengambil jalan ke kanan, sesuai dengan petunjuk yang ada. Awalnya saya kira perjalanan ini tidak akan lama, namun nyatanya memakan waktu hampir 40 menit. Jalan menuju monumen ini bisa dikatakan cukup bagus, namun di pertengahan harus ekstra hati-hati karena jalannya rusak. Setelah melewati jalan rusak ini, jalan kembali mulus, namu tanjakan menuntut kita untuk tetap waspada.

Di sepanjang jalan, saya menyaksikan perubahan bentang alam yang sangat ekstrim. Hamparan semak nan hijau memanjakan mata sepanjang jalan mulus paruh pertama. Setelah jalan mulai rusak, saya melihat area Galian C. Pasir, koral, serta batu-batu besar ditambang dengan peralatan berat dan diangkut dengan truk-truk besar. Jalan berlubang parah karena dilewati truk-truk besar sepanjang hari. Pasir serta koral juga bertebaran di tengah jalan. Beberapa kali saya hampir jatuh, namun saya bersyukur saya masih bisa mengendalikan motor supra saya. Saya bergidik ngeri membayangkan beberapa tahun yang lalu, wilayah itu rusak parah karena letusan Gunung Agung yang begitu dahsyat selama beberapa bulan. Kini hasil letusan tersebut dipanen untuk menjadi bahan bangunan. Meskipun letusan gunung itu kini mebawa berkah bagi orang-orang di sekitarnya, tetap saja saya merasa kengerian yang begitu dalam saat melewati wilayah tersebut.

Setelah jalan kembali mulus, di kanan dan kiri kita kembali terlihat hamparan hijaunya pepohonan. Sayangnya, saya tidak dapat menikmati sepenuhnya. Konsentrasi saya ada pada jalan menanjak yang sangat menantang. Begitu panjang tanjakannya dan penuh dengan kelokan. Monumen perjuangan Tanah Aron terletak di ujung jalan ini.

Memanjatkan Doa di Monumen Perjuangan Tanah Aron

Saya merasa cukup kecewa karena setelah perjalanan panjang yang begitu menguras tenaga dan pikiran, pintu monumen ini tertutup. Hampir saja saya balik kanan dan memutuskan untuk pulang ke Denpasar saja. Ternyata saat saya perhatikan, pintunya tidak digembok. Sayapun masuk ke dalam area monumen.

Di sebelah kiri, terdapat sebuah balai terbuka. Dikirinya, terdapat tembok pembatas yang dihiasi dengan tiga relief bertema perjuangan. Relief paling kiri menunjukkan tahap-tahap perjuangan nasional yang dimulai dari sumpah pemuda hingga proklamasi. Relief di tengah memberikan kita informasi mengenai rute yang ditempuh oleh Pasukan Ciung Wanara, dari Margarana menuju Tanah Aron dan sebaliknya. Perjalanan ini sangat panjang dan mengelilingi pegunungan-pegunungan di tengah-tengah pulau Bali. Relief ketiga merupakan salinan surat dari I Gusti Ngurah Rai. Pusat monumen ini adalah sebuah tugu dengan patung I Gusti Ngurah Rai pada puncaknya. Di dasar tugu, terdapat beberapa patung pejuang serta nama-nama pejuang dari Karangasem yang gugur saat menunaikan bakti pada Ibu Pertiwi.

Sesuai dengan tujuan saya kesana, di depan monumen saya menundukkan kepala serta memanjatkan doa untuk semua pahlawan yang telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk kemerdekaan Indonesia. Selain berdoa kepada Tuhan agar arwah para pahlawan diterima di sisi-Nya, saya ucapkan terima kasih atas kesempatan yang saya raih saat ini. Menempuh pendidikan, mendapatkan pekerjaan, serta hidup dengan bebas yang saya nikmati saat ini, telah ditukarkan dengan darah dan air mata, serta nyawa oleh para pahlawan yang telah mendahului kita semua. Tidak terasa air mata saya meleleh saat memanjatkan doa ini. Perjuangan merekalah yang membuat kita semua dapat menikmati masa sekarang dengan lebih baik. Terlebih mengingat bagaimana beratnya perjalanan yang saya tempuh menuju monumen ini, saya merasa tidak ada apa-apanya dibandingkan perjalanan ratusan kilometer menyusup ke dalam hutan yang ditempuh para pejuang saat itu.

Setelah berdoa dan menenangkan diri, saya menyempatkan diri untuk melihat pemandangan sekeliling monumen. Gunung serta perbukitan yang tampak di kejauhan memberikan ketenangan dan semangat baru untuk kembali ke Denpasar. Setelah saya beristirahat sejenak, saya kembali ke Denpasar. Selama perjalanan, saya masih mersakan keharuan mendalam setelah berdoa di Monumen Perjuangan Tanah Aron. Kunjungan ke Tanah Aron ini telah membawa saya menyusuri tiga tempat pertempuran selama revolusi kemerdekaan: Margarana, Penglipuran, dan Tanah Aron.

Terus terang, menuliskan cerita ini kembali membawa keharuan dalam benak saya. Rasa yang sama seperti saat berdoa disana kembali saya rasakan. Setelah ini, saya sangat ingin menyampaikan hal yang begitu sering disampaikan oleh para orang tua kita: jangan sampai perjuangan para pahlawan jadi sia-sia. Kata-kata yang awalnya saya tidak begitu mengerti maknanya, namun setelah berkunjung ke Tanah Aron, melihat monumennya secara langsung, dan melihat peta perjuangan, saya mulai mengerti arti kata-kata tersebut. Mari kita semua berjuang mengisi kebebasan yang telah ditebus dengan pengorbanan nyawa para pahlawan.

5 Tempat Wisata di Karangasem yang Wajib Dikunjungi

Karangasem memang selalu menarik hati. Ada banyak hal yang ditawarkan kabupaten di ujung timur Pulau Bali ini. Mulai dari desa-desa tua yang mengajak kita kembali ke masa lalu melalui berbagai ritus dan tradisi yang tetap dipertahankan keasliannya, lalu peninggalan Kerajaan Karangasem yang unik tidak ada bandingannya, hingga tempat-tempat unik yang tidak bisa ditemukan di tempat lain. Kali ini saya akan mengajak Sobat Urasu untuk mengunjungi 5 tempat wisata di Karangasem yang wajib dikunjungi saat menghabiskan waktu liburan disana.

1. Desa Tenganan

Bangunan dan kerbau di Desa Tenganan
Bangunan kuno dan kerbau di Desa Tenganan

Tenganan adalah sebuah desa tua dengan tradisinya yang sangat berbeda dengan desa-desa yang ada di bali bagian barat ataupun selatan. Desa ini tidak merayakan hari Raya Galungan, dan mereka memiliki kalender hari raya yang berbeda dari kalender Bali yang berlaku umum. Sebenarnya ada dua desa yang meyandang nama Tenganan, Tenganan Pegringsingan dan Tenganan Dauh Tukad. Kedua desa ini memiliki keunikan tersendiri.

Saat berkunjung ke Tenganan Pegringsingan, bersiaplah terpana dengan berbagai kegiatan budaya yang ada di desa ini. Mulai dari para pelukis daun lontar yang ada disini, pembuatan kain dobel ikat yang hanya bisa ditemui di dua tempat di dunia, hingga kegiatan perang pandan, dimana para lelaki melakukan perang dengan menggunakan daun pandan berduri. Saat tidak ada kegiatan khusus, kita masih bisa melihat bangunan-bangunan unik milik warga desa. Jangan lupa melihat kerbau-kerbau yang dibiarkan lepas berkeliaran di sepanjang jalan desa. Oh ya, ada beberapa ahli menulis aksara Bali yang tinggal di desa ini lho.

Untuk menikmati keindahan desa ini, pengunjung tidak dikenakan biaya masuk, hanya berdonasi seikhlasnya saja.

2. Puri Karangasem

Bangunan di Puri Agung Karangasem
Bangunan di Puri Karangasem

Puri Karangasem pada mulanya adalah istana kediaman Raja Karangasem. Bangunan yang sangat megah ini memiliki berbagai keunikan arsitektur. Perpaduan antara gaya bangunan barat, China, dan Bali akan membuat siapapun yang memandangnya berdecak kagum. Selain itu, Istana Karangasem ini memiliki bangunan yang ada di tengah-tengah kolam seolah-olah mengambang.

Pintu gerbang Puri Karangasem ini juga sangat unik, tidak akan dapat ditemui di daerah lain. Untuk masuk ke wilayah Puri Karangasem, pengunjung wajib memebli tiket yang bisa didapatkan di counter tiket setelah pintu gerbang kedua.

3. Tempat wisata di Karangasem: Taman Sukasada Ujung

Kolam yang begitu luas di Taman Ujung

Taman Sukasada Ujung atau yang lebih dikenal dengan nama Taman Ujung adalah sebuah taman dengan tiga kolam yang sangat luas. Istana air yang cantik ini dibangun pada awal abad ke 20, merupakan pengembangan dari pembangunan kolam yang dikenal dengan nama Kolam Dirah.

Selain tiga kolam tersebut, ada beberapa bangunan unik di sekitar kolam yang bisa dimanfaatkan untuk beristirahat disana. Bangunan utamanya ada di tengah-tengah taman yang disebut dengan Bale Gili. Di bale Gili terdapat foto-foto raja dan keluarga Raja Karangasem, juga ada sebuah kamar tidur yang dulunya merupakan kamar raja. Kamar ini sekarang tertutup untuk umum.

Selain itu di sebelah barat ada sebuah bangunan yang sudah runtuh sebagian, namun masih terlihat cantik. Konon dahulu raja mengamati kapal-kapal yang berlayar di Selat Bali melalui bangunan ini. Seperti Puri Karangasem, Bangunan ini sangat kentara percampuran budayanya. Dari budaya Bali, Cina, dan Eropa berpadu dengan sangat harmonis di tempat ini.

4. Tirta Gangga

Pemandangan di Tirta Gangga

Tempat wisata yang tidak kalah menarik untuk dikunjungi di Karangasem adalah Tirta Gangga. Tempat ini juga merupakan istana peristirahatan dari Raja Karangasem. Konsepnya mirip dengan Taman Ujung, sebuah kompleks taman dengan banyak kolam dan sebuah bangunan inti. Tirta Gangga terkenal dengan air mancur bertingkatnya yang sangat ikonik.

Selain kolam-kolam yang cantik, Tirta Gangga juga dihiasi dengan puluhan patung-patung cantik. Patung-patung ini menghiasi pinggiran kolam-kolam disana. Selain patung-patung cantik, yang tidak kalah menarik adalah ikan-ikan koi dalam ukuran besar yang ada di dalam kolam-kolam tersebut. Kita bisa memberi makan ikan-ikan itu lho. Cukup membeli makanan ikan seharga Rp. 5.000 dan kita bisa melihat ikan-ikan cantik itu berebutan makanan.

5. Pura Lempuyang

Gerbang Surga di Lempuyang. Sumber: Villa Gita Bali

Pura Lempuyang adalah sebuah pura yang sangat kuno. Pura ini juga merupakan salah satu pura terpenting yang ada di Bali. Tentang pura ini, saya sudah pernah bercerita tentang pengalaman saya bersembahyang disana.

Yang sangat menarik dari Pura Lempuyang bagi pelancong justru bukan tantangan beratnya untuk naik ke Lempuyang Luhur, melainkan sebuah candi bentar yang terletak di pura Penataran Lepuyang. Gerbang ini dikenal dengan nama “Heaven’s Gate”, dimana saat langit cerah, terlihat Gunung Agung di latar belakang. Saking cantiknya pemandangan, banyak pelancong yang rela antri berjam-jam lamanya untuk bisa berfoto disana. Malah saking terkenalnya gerbang surga ini, sekarang konon ada tiruannya di Thailand!

Nah itu dia 5 tempat wisata di Karangasem. Jnagan lupa masukkan tempat-tempat itu di itinerary kalian saat liburan ke Bali ya.

Belajar dari Masa Lalu di Museum Pustaka Lontar

Saat masih tidak bisa kemana-mana dan saya rindu berat untuk melali, saya biasanya mengingat kembali tempat-tempat yang pernah saya kunjungi. Salah satu kesenangan saya karena tinggal di bali adalah ada banyak hal yang bisa saya jelajahi, terutama di luar Kota Denpasar, tempat tinggal saya. Karena salah satu hobby saya adalah berwisata ke museum, sekarang saya akan mengajak sobat Urvasu untuk melali ke Bali bagian Timur, tepatnya di Kabupaten Karangasem. Yuk kita belajar dari masa lalu di Museum Pustaka Lontar Desa Wisata Dukuh Penaban.

Bangunan tradisional penyimpanan Lontar_Urvasu
Bangunan penyimpanan lontar di Museum Pustaka Lontar Desa Wisata Dukuh Penaban

Letak Museum Pustaka Lontar

Museum Pustaka Lontar terletak di dekat Kota Amlapura, ibukota dari Kabupaten Karangasem. Tidak jauh ke arah utara dari pusat kota, perjalanan menuju Desa Wisata Dukuh Penaban ini bisa dikatakan cukup menyenangkan. Selain lalu lintas yang tidak telampau ramai, suasana sepanjang jalan yang masih hijau royo-royo menyegarkan mata selama perjalanan. Saat terakhir saya kesana, jalanan menuju Museum Pustaka Lontar masih agak rusak, namun sedang diperbaiki secara swadaya oleh masyarakat sekitar. Mungkin jalannya sekarang sudah bags dan mulus sehingga memudahkan pengunjung untuk mecapainya.

Suasana di museum ini sangat menyenangkan. Di sebelah tempat parkir, terdapat lahan yang ditumbuhi berbagai jenis pohon. Gerbang menuju museum juga terlihat sangat klasik, mengajak kita untuk mundur ke abad silam. Bangunan disekitar tempat ini juga dihias dengan kain poleng, kotak-kotak hitam putih yang melambangkan keseimbangan. Nuansa abad silam juga terasa sekali saat kita menuju bangunan pertama, dengan berbagai jenis lontar yang tertata rapi serta digantung pada pinggiran atap bangunan. Selain bangunan itu, ada juga bangunan dengan dinding bambu yang menyimpan lebih banyak lontar lagi, dan sebuah bangunan terbuka yang digunakan untuk berbagai kegiatan.

Belajar dari Masa Lalu dengan Koleksi Museum Pustaka Lontar

Sesuai dengan namanya, Museum Pustaka Lontar menyimpan banyak sekali lontar, manuskrip yang ditulis diatas daun lontar (sejenis Palem) dengan pisau yang digunakan untuk menorehkan huruf-huruf Bali (aksara Bali). Setelah huruf ditorehkan pada lembaran daun lontar, tulisan diperjelas dengan cara mengoleskan jelaga dari kemiri yang dibakar. Huruf akan terlihat jelas dan jadi mudah dibaca. Layaknya sebuah buku yang dijilid, lembaran lontar disatukan dengan benang yang menembus tengah-tengah lontar. Di kedua ujung benang ini diikatkan sebuah uang kepeng. Sampul dari lontar biasanya terbuat dari bambu.

Lontar Kawisesan
Sebuah Lontar Kawisesan di Museum Pustaka Lontar Dukuh Penaban .

Koleksi dari museum ini terdiri dari berbagai jenis lontar. Lontar-lontar ini merekam berbagai kebijaksanaan dari para leluhur orang Bali di masa lalu. Lontar-lontar warisan leluhur ini dituliskan dalam berbagai bahasa kuno seperti Jawa Kuno, Jawa Tengahan (Kawi), dan Bahasa Bali. Diperlukan keahlian yang diraih dengan pembelajaran yang sangat lama untuk bisa membaca, memahami, dan mengintepretasikan isi dari lontar-lontar ini.

Lontar- lontar ini dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan isinya. Lontar yang berisi filsafat dan ajaran tentang kerohanian diklasifikasikan ke dalam kategori Tatwa. Manuskrip yang berisi tentang sejarah kerajaan di Bali dikenal dengan “babad“. Ada juga lontar-lontar yang memuat tentang kesenian, lagu-lagu kuno yang dikenal dengan kekawin, serta cerita prosa liris yang dikenal dengan “palawakya“. Diantara sekian banyak lontar yang dikoleksi, ada dua kategori lontar yang paling banyak jumlahnya: “Kawisesan” dan “Usada“.

Kawisesan adalah jenis lontar yang membahas tentang ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kanuragan, ilmu kebatinan, baik ilmu yang dikategorikan sebagai ilmu putih maupun ilmu yang dapat digunakan untuk memcelakai orang lain. Lontar-lontar kawisesan ini biasanya memuat berbagai mantra, laku spiritual untuk mengamalkan ilmu yang diinginkan, dan bahkan gambar-gambar yag dikenal dengan rerajahan untuk mengamalkan ilmu tersebut.

Lontar usada merupakan lontar-lontar yang memuat tntang pengobatan tradisional. Ilmu ini bisa dibilang merupakan salah satu kearifan lokal yang luar biasa. Usada bisa dikatakan sebagai ilmu kedokteran ala Bali. Usada memanfaatkan berbagai benda yang disediakan oleh alam untuk mengobati suatu penyakit. Jika kedokteran modern mengenal spesialisasi, ilmu Usada juga tidak kalah lho. Usada juga terdiri dari berbagai jenis lontar yang membahas pengobatan secara spesifik. Usada Rare misalnya, adalah rangkuman mengenai berbagai cara pengobatan untuk anak-anak (rare). Untuk menangani sakit jiwa, ada Usada Buduh, ada juga Usada Tetengger Beling yang membahas perician tentang kehamilan. Pemanfaatan tumbuhan-tumbuhan yang berguna untuk pengobatan dirangkum dengan sangat detail dan seksama pada lontar Taru Pramana.

Sungguh merupakan suatu hal yang sangat berharga, ilmu-ilmu yang telah dikumpulkan oleh para leluhur orang Bali dikoleksi dan dirawat dengan baik di Museum Pustaka Lontar ini. Bagi sobat Urvasu yang ingin belajar lebih dalam mengenai berbagai hal tentang Bali, tentunya kesempatan untuk belajar dari masa lau di Museum Pustaka Lontar tidak boleh dilewatkan.

Pelestarian Lontar

Selain mengkoleksi dan merawat lontar yang jumlahnya ratusan itu, Museum Pustaka Lontar juga melestarikan lontar dan pengetahuan tentang lontar. Masyarakat yang memiliki Lontar dan tidak dapat merawatnya dengan baik, dapat membawa lontarnya kesini untuk dapat dirawat. Konservasi terhadap lontar-lontar yang sudah dalam kondisi yang kurang baik dapat dilakukan di tempat ini. Selain itu, lontar-lontar yang sudah sangat rapuh termakan usia juga dapat disalin atau istilahnya “Ditedun” untuk menjaga ilmu yang didapat dari lontar tersebut.

Pegawai Museum Pustaka Lontar_ Urvasu
Pegawai Museum Pustaka Lontar menunjukkan caranya mempersiapkan lontar agar bisa ditulisi.

Sobat Urvasu yang ingin belajar tentang bagaimana caranya mempersiapkan lontar dari bahan baku hingga siap ditulisi dengan Pengrupak juga bisa belajar disini. Pegawai dengan senang hati akan memberikan penjelasan prosesnya dari awal yang memakan waktu hingga beberapa bulan. Alat-alat pembuatan lembaran lontar juga dapat dilihat di Museum Pustaka Lontar ini. Yang ingin belajar menulis Aksara Bali dengan menorehkan pengrupak diatas lembaran lontar juga bisa banget di tempat ini. Kita akan dibimbing oleh pegawai mulai dari cara memegang daun lontarnya, meegang pengrupaknya, hingga menggerakkan tangan agar goresan pengrupak menjadi halus dan mudah dibaca.

Sebelum kita meninggalkan tempat yang luar biasa ini, kita akan diminta untuk meninggalkan jejak dalam bentuk tulisan nama lengkap kita di sehelai lontar yang sudah dilengkapi dengan benang tiga warna untuk menggantungnya. Di bangunan yang berdinding anyaman bambu, kita dapat menggantung lembaran lontar yang telah ditulisi nama. Saat saya kesana, sudah ada ratusan helaian lontar yang sudah digantung di dalam bangunan mungil itu.

nama ditulis diatas
Jejak yang saya tinggalkan di Museum Pustaka Lontar.

Saya menghabiskan waktu hampir tiga jam di tempat yang menyenangkan ini. Suatu saat nanti, setelah kita bebas untuk dapat melali kemana-mana, pasti saya akan mengunjungi tempat ini lagi. Belajar berbagai hal dari masa lalu di Museum Pustaka Lontar Desa Wisata Dukuh Penabah tentunya menjadi hal yang sangat berharga untuk dilewatkan.

Sampai jumpa pada melali virtual di postingan berikutnya ya. Selalu jaga kesehatan Sobat.