Pulau Bali Temuan yang Menakjubkan: Review Saya

Bulan lalu, salah satu hal yang saya lakukan adalah membaca kembali beberapa buku yang pernah saya beli beberapa tahun yang lalu. Setelah membongkar-bongkar box penyimpanan, akhirnya saya mengambil sebuah buku yang merupakan terjemahan dari sebuah tulisan yang paling komperenshif tentang Bali sekitar 90 tahun yang lalu. Bukunya berjudul “Pulau Bali Temuan yang Menakjubkan”. Buku ini merupakan sebuah terjemahan dari buku karangan Miguel Covarubias, seorang seniman sekaligus etnologist multitalenta yang menghabiskan begitu banyak waktu dan tenaganya untuk menulis sebuah buku bertajuk “The Island Of Bali”. Saya pernah membaca buku aslinya yang ditulis dalam Bahasa Inggris beberapa tahun yang lalu. Karena tertariknya saya pada buku ini, saya jadi begitu bersemangat saat menemukan terjemahannya. Mungkin dengan membacanya dalam Bahasa Indonesia akan membuat saya memahami banyak hal yang masih membingungkan saya saat membaca versi aslinya. Ternyata buku ini tidak dapat menjawab semua pertanyaan saya. Malah, beberapa hal membuat saya sedikit kecewa.

Buku yang saya beli adalah terbitan Udayana University Press tahun 2013. Buku ini diterjemahkan oleh Sunaryo Basuki KS. Penerjemah yang sangat mumpuni, dan merupakan sebuah karya yang dikerjakan dengan banyak kerja keras untuk menerjemahkan naskah yang berumur hampir seratus tahun. Terjemahan beliau tentunya sudah dapat dipastikan sangat bagus. Gaya bahasa Covarubias yang bisa dibilang cukup memusingkan pada naskah aslinya dapat diterjemahkan dengan sangat baik. Namun bukan terjemahan yang membuat saya sedikit kecewa terhadap buku ini, melainkan ke penyelasaran dan banyaknya typo pada edisi yang saya miliki.

Pada Bab I saja saya sudah merasa cukup gregetan dengan beberapa typo dan ada tanda baca yang menjauh dari kata yang diikutinya, seperti sedang menerapkan pencegahan covid, hehehe. Saya pikir hanya akan berakhir disana, ternyata buku ini lumayan konsisten dengan adanya typo. Padahal, untuk ukuran buku seperti ini dan melalui tahap edit yang berkali-kali, seharusnya tidak terjadi kesalahan tulis yang ada di tiap bab nya. Tentu saja to err is human, tapi untuk ukuran buku yang dipublikasikan ke khalayak luas, typo konsisten sepertinya hal yang bisa dihindari. Ada banyak spasi yang lebih atau malah kurang membuat proses membaca kurang menyenangkan, karena saya malah jadi gregetan igin menambahkan atau mengurangi spasi yang seharusnya. Nah saya juga menemukan sebuah pargraf yang diawali dengan garis miring (\), bikin saya pengen ngambil penghapus buat ngilangin tanda itu, hehehe. Ada juga huruf yang hilang dari sebuah kata. Memang sih kita bisa mengerti maksudnya meskipun ada huruf yang hilang, tapi tetap saja hal itu bikin gemas, apalagi jika menemukannya berkali-kali.

Urvasu_Pulau Bali Temuan yang Menakjubkan
Buku “Pulau Bali Temuan yang Menakjubkan” terbitan Udayana University Press

Selain typo dan tanda baca yang konsisten bermasalah dari bab ke bab, yang menurut saya harus ditingkatkan adalah pemberian tambahan penjelasan dari editor pada beberapa istilah yang perlu diberikan tambahan penjelasan. Misalnya saja ada tulisan mengenai perayaan di desa. “… orang-orang akan berbaris dalam mengusung piramida [gebogan, ed] yang terdiri atas buah-buahan…”. meskipun piramida yang dimaksud sudah diberikan penjelasan, saya rasa editor harusnya bisa memberikan penjelasan tambahan lagi, entah di bagian akhir bab atau menyelipkan catatan kaki editor yang dibedakan dari catatan kaki penulis. Buat saya piramida adalah sebuah bentuk limas, dan saya tidak pernah melihat sekalipun gebogan dalam bentuk limas. Bagaimana seandainya pembaca adalah seorang yang tidak berasal dari Bali yang tidak akrab dengan gebogan? Tentu saja pembaca akan tambah bingung bukan?

Ada dua kata yang sering sekali muncul, dan terus terang saya sempat bingung lumayan lama mengenai artinya. “Daun emas” muncul berkali-kali dalam buku ini hingga akhirnya saya paham apa maksudnya mungkin setelah membaca kata itu yang ketiga atau keempat kalinya. Daun emas yang dimaksud adalah lembaran tipis emas yang digunakan untuk membuat pola hiasan pada kain atau bangunan, Terus terang, saya mengira daun emas ini adalah daun yang berwarna emas, hehehe.

Nama-nama Lain dalam Buku Pulau Bali Temuan Yang Menakjubkan

Selain nama-nama yang dijelaskan secara rinci, ada juga nama-nama yang dituliskan hanya sepintas lalu oleh Covarubias. Nama-nama ini tentunya orang yang cukup berpengaruh dalam dunia etnografi ataupun dunia seni. Sayangnnya nama-nama yang dituliskan sepintas lalu ini tidak diberikan penjelasan lagi oleh editor, hingga menimbulkan pertanyaan yang menggantung bagi pembaca. Misalnya saja di halaman yang sama dengan penyebutan “piramida” ada nama Diaghilev yang disebutkan. Mungkin bagi orang pada masa itu, Diaghilev adalah tokoh terkenal dan diketahui secara luas oleh orang barat. Setelah hampir sembilan puluh tahun, nama ini mungkin tidak lagi dikenal oleh orang-orang, apalagi di timur. Setidaknya editor dapat menuliskan sedikit saja petunjuk mengenai nama tersebut, sehingga pembaca tidak bingung. Untuk saya yang lumayan kepo, nama ini malah menjadi pertanyaan yang menggantung dan membuat saya tidak tenang untuk melanjutkan mambaca ke bab selanjutnya. Semakin ke belakang, ada nama-nama lain lagi yang disebutkan sepintas, membuat pembaca semakin kepo, siapa sebenarnya orang yang disebutkan dalam buku itu.

Saya sangat salut dengan usaha keras untuk menjadikan buku The Island of Bali menjadi bisa diakses oleh siapa saja, terutama bagi merkea yang tidak bisa berbahasa Inggris. Sayangnya, buku Bahasa Indonesia ini kurang apik jika dilihat dari segi kerapian bacaan. Selain itu, penyunting sebenarnya bisa lebih banyak memberikan penjelasan-penjelasan yang diperlukan, terutama pembaca-pembaca yang tidak terlalu akrab dengan adat Bali dan ingin belajar adat dan budaya Bali melalui buku ini. Selain itu, umur naskah yang sekarang hampir seratus tahun memerlukan banyak penjelasan untuk bisa dipahami oleh pembaca sekarang. Semoga hal-hal yang dapat diperbaiki segera seperti kesalahan penulisan, tanda baca, dapat segera diperbaiki pada edisi selanjutnya.

Tilik dan Bu Tejo

Urvasu_Tilik dan Bu Tejo yang solutif
Bu Tejo yang nyinyir tapi solutif (kata dia sih, hehehe)

Sebenarnya ini gara-gara saya ngecekin twitter kantor. Tiba-tiba aja mata saya tertuju pada trending di Indonesia: Tilik dan Bu Tejo. Saya makin penasaran setelah melihat postingan-postingan yang menggunakan kedua kata tersebut. Akhirnya sampailah saya pada film pendek yang berjudul Tilik. Ternyata, Bu Tejo adalah tokoh sentral dalam film berdurasi sekitar 30 menit tersebut.

Melihat sekumpulan ibu-ibu yang sedang berada dalam truk di awal film, terus terang saya sudah mengira film ini akan seru. Paling tidak adu mulut lah kalau tidak jambak-jambakan, hehehe. Sekumpulan ibu-ibu yang berada di tempat yang sama pastinya akan ada obrolan seru. Apa ya yang diobrolkan? Saat film dimulai, sudah keliahatan dengan jelas siapa yang jadi tokoh utama film ini. Seorang perempuan dengan dandanan lipstik merah merona yang sangat ngejreng dan kerudung warna hijau (atau biru ya? Saya selalu gak bisa bilang warna ini ijo atau biru. Ada yang punya masalah yang sama? hehehe) yang amat kontras dengan gincunya. Belum lagi beraneka macam perhiasan yang dipakai, begitu banyak rupa dan jenisnya. Kalau di kampung saya, ada orang yang pakai sedemikian banyak perhiasan saat keluar rumah biasanya dibilang rumahnya lagi sepi, jadi perhiasan dibawa semua biar maling gak nemu perhiasan di rumahnya.

Bu Tejo, Horang Kaya dan Berpengaruh

Dari penampilan Bu Tejo di awal film yang ada di pikiran adalah seorang ibu kelas menengah yang kondisi ekonominya diatas rata-rata ibu-ibu yang ikut di rombongan itu. Selain lebih kaya, Bu Tejo ini juga lebih berpengaruh, ya kelas menengah yang punya banyak koneksi dimana-mana. Oh ya, suaminya juga tentunya orang yang sangat berpengaruh di desa, buktinya di pertengahan film Bu Tejo mulai mempengaruhi orang-orang untuk memilih suaminya pada pemilihan lurah nantinya. Selain itu juga, Bu Tejo ini memiliki akses ke informasi dan internet yang lebih luas daripada ibu-ibu lainnya. Si Bu Tejo ini gak mau ikutan dorong truk si Gotrek yang mogok lho, mungkin karena dia merasa bukan tempatnya orang kaya dan berpengaruh kaya ikutan dorong truk mogok, hehehe. Lagipula, kalau Yu Ning dari awal kasi tahu, Bu Tejo bisa sewakan bis! Tuh kurang kaya apalagi si Bu Tejo. Bu Tejo juga punya kenalan polisi lho, pangkatnya pakai bintang 5 yang berderet-deret di pundaknya. Kebanyang kan gimana besarnya pengaruh Bu Tejo. Wong polisi lalu lintas aja mau digigit sama Bu Tejo, hahaha.

Baca juga: Mimpi Saya Setelah Wabah Berakhir

Karena akses ke internet dan informasi serta pengaruhnya yang besar di kalangan ibu-ibu, Bu Tejo ini selalu bisa dengan sangat leluasa berbicara. Selain yang emang bawaannya kenes, Bu Tejo menang banyak karena dia mendapatkan informasi lebih banyak dan tahu dimana harus mencarinya. Karena kelebihan ini, dia merasa lebih benar daripada ibu-ibu lain. Informasi di internet pasti benar toh, kan yang bikin internet itu orang-orang pintar, ada bukti berupa foto-foto, bukan cuma omongan gak jelas, begitulah kira-kira pikiran Bu Tejo. Bu Tejo ini sosok yang informatif, senang berbagi, dan pemantik diskusi (atau keributan, hehehe). Tentu saja sebenarnya hal-hal ini gak akan jadi heboh kalau dia gak punya simpatisan seperti Yu Sam, dan orang yang mendukung sesuai arah angin seperti Bu Tri, dijamin berita-berita itu gak akan terbang secepat angin topan kemana-mana. Meskipun di film ini kita disuguhkan seorang tokoh yang bertentangan dengan Bu Tejo, Yu Ning yang selalu bersebrangan dengan Bu Tejo,tapi Yu Ning juga sebenarnya sama saja dengan Bu Tejo, cuma dalam versi offline, hehehe.

Tilik dan Bu Tejo: Kita di Dunia Nyata

Siapa sih yang gak kenal sosok yang mirip dengan Bu Tejo di dunia nyata? Pasti diantara teman-teman yang membaca pernah ketemu dengan orang yang mirip dengan Bu Tejo. Gaya yang beda dari ibu-ibu lainnya, kaya, bisa pake internet, dan suka cerita ini-itu dengan tetangga. Biasanya paling tahu tetang berbagai hal tentang orang-orang di sekelilingnya, dan berbagi dengan tetangga yang lain. Kecepatan berbagi (baca: ghibah) ini biasanya melebihi kecepatan suara. Belum lagi orang-orang yang menerima informasi ini, yang seperti Yu Sam atau Bu Tri di film Tilik, dijamin dalam hitungan menit satu berita akan jadi lima belas berita heboh yang bersirkulasi di sekitar kita. Orang-orang macam Yu Sam dan Bu Tri ini juga banyak di sekitar kita. Jangan bilang gak pernah liat atau kenal 😀

Ending film Tilik ini sebenarnya sebuah plot twist yang bisa bikin penontonnya melongo. Tapi saya gak mau spoiler di tulisan ini, hehehe. Silakan nonton dulu biar tahu endingnya. Cuma yang mau saya sampaikan dari film Tilik dan Bu Tejo sebagai tokoh utamanya ini adalah betapa film ini mewakili apa yang sebenarnya terjadi di kehidupan yang nyata. Bukan sekedar kelakuan ibu-ibu saja, anak SMA, kuliahan, pegawai kantoran, sampai bapak-bapak pun sebenarnya bisa kita lihat refleksinya di film ini: kita kewalahan menerima informasi, sangat cepat untuk membagikan informasi yang didapat walaupun tidak sempat untuk kroscek dulu kebenaran informasi tersebut. Bu Tejo adalah kita yang melek teknologi dan mendapatkan berbagai informasi di internet, sedangkan Yu Ning adalah kita yang mendapat informasi secara offline. Keduanya menyebarkan informasi secara cepat, namun ada beberapa hal yang luput: memverifikasi kebenaran informasinya dan berprasangka pada orang lain.

Urvasu_Tilik dan Bu Tejo
Bu Tejo yang selalu penuh dengan informasi

Meskipun nanti di akhir petualangan ibu-ibu naik truknya Gotrek ini ada hal yang tak terduga terjadi, tapi tetap saja buat saya Bu Tejo yang mendapatkan informasi dari internet itu seharusnya juga mengecek dulu kebanarannya. Demikian juga Yu Ning, gak asal membela seseorang tanpa tahu kebenarannya. Menurut saya sih Yu Ning juga harus membuka pikirannya karena sudah ada bukti konkret dari foto yang ditunjukkan oleh Bu Tejo yang bikin semua ibu-ibu bergidik. Bu Tejo juga seharusnya gak serta merta ngomongin Dian sebelum dia cek dulu dengan Dian kan? Idealnya sih Yu Ning dan Bu Tejo bersatu padu untuk nanyain Dian. Tapi ya gitu deh, namanya juga kelakuan manusia, hehehe.

Bu Tejo bilang kalau Bu Lurah sakit karenan anaknya pacaran sama Dian, cewe gak bener yang berperilaku gak baik kalo lagi gak ada di desa. Prasangka yang dibuat Bu Tejo ini juga didukung sama Bu Tri. Prasangka yang belum tentu terbukti kan? Trus setelah truk mogok Yu Ning juga berprasangka ke Bu Tejo, kalau uang yang diberikan Bu Tejo pada Gotrek uang haram. Bedanya ini langsung nuduh ke Bu Tejo sampai bikin mereka adu mulut dan hampir ditilang polisi! Berprasangka emang gampang, melihat sesuatu hanya dari permukaan, yang akhirnya bikin kita memandang orang lain lebih rendah karena prasangka itu. Tapi itulah yang terjadi di dunia nyat, ya kan? Film Tilik dan Bu Tejo ini wake up call buat saya hehehe.

Anyway, ini pandangan saya setelah nonton Tilik dan Bu Tejo. Buat kalian yang belum nonton, yuk monggo nonton film viral ini. Rasakan atmosfer pedesaan Jogja yang ngagenin, celotehan ibu-ibu berbahasa Jawa, dan ekspresinya Mba Ozi sebgai Bu Tejo yang bikin gemes dan bikin pengen bejek bibirnya, hehehe. Selamat menonton dan jangan lupa setelah nonton sampaikan pendapat tentang Tilik dan Bu Tejo di kolom komentar postingan ini ya. Selamat menonton 😀

Puding Enak Gak Ada Lawannya

 

Puding Enak_urvasu
Tiga rasa puding enak yang saya cicipi

Percaya gak kalau orang yang suka makan bakal selalu nemuin makanan yang enak? Kalau saya percaya banget, karena saya yang suka makan ini selalu menemukan makanan enak yang ternyata sumbernya gak jauh-jauh banget. Kalo sebelumnya saya ketemu dengan Mba Enik yang membuat bolu batik, ada satu lagi teman saya yang saya kenal sejak kerja di rumah sakit membuat makanan enak: puding. Pastinya sobat pada tahu kan puding itu apa.

Puding Enak: Dapur Mimi

Awalnya saya kenal sama Mba Ani, yang membuat Puding Dapur Mimi ini saat masih keliling-keliling mencari rekanan untuk tempat kerja saya. Beliau saat itu bekerja di sebuah bank. Beberapa waktu kemudian, saya melihat beliau mengunggah gambar puding enak sebagai status WhatsApp nya. Ternyata Mba Ani sudah mengndurkan diri dari bank dan kini fokus jadi pengurus kabupaten untuk olah raga Taekwondo dan membuat puding.

Si puding yang dibuat Mba Ani selalu menggoda saya untuk mencobanya, hingga suatu hari Mba Ani menuliskan informasi bahwa si puding enak itu sudah ada di swalayan dekat rumah saya. Saat ada kesempatan, langsung deh saya tancap gas untuk ke swalayan dan cobain pudingnya.

Varian Puding Enak

Puding buatan Mba Ani sebenarnya ada banyak varian, tapi saya hanya bisa mencicipi tiga saja. Padahal saya sudah pagi-pagi lho ke swalayan itu, tapi yang sisa cuma tiga varian doang: Taro Durian, Regal, dan Lumut Metega. Tiga-tiganya buat saya enak pol, nah biar sobat Urvasu gak penasaran, saya mau ceritakan satu per satu, hehehe.

Puding Taro Durian

Ini favorit saya, hehehehe. Jadi favorit karena rasanya yang alami. Puding bagian atasnya berwarna putih kekuningan dan rasanya duren banget. Selain rasanya yang duren banget, di dalam pudingnya ada serat-serat duriannya lho. Bu Ani cerita bahwa puding durian ini dibuat dengan daging durian asli. Wih, pantes rasa duriannya pol banget, hehehe.

Lapisan bawahnya berwarna ungu unyu-unyu karena memang rasanya taro. Menurut saya, rasa lapisan yang ungu ini juga enak, tidak terlalu manis, pas banget dikombinasikan dengan rasa duren yang sudah manis di lapisan atasnya.

Baca juga: Makan di Kediri: Nasi Pecel Tumpang

Puding Regal

Regal ini sebenarnya merk biskuit lho. Si puding enak nan cantik yang ini ada biskuit Regalnya di lapisan atasnya. Buat saya, selain kombinasi rasanya yang enak, puding ini punya tekstur yang bikin nagih. Puding yang lembut banget ditambah dengan tekstur biskuit susu yang nyess. Pokoknya juara nih!

Puding Lumut Mentega

Lumut hanya namanya saja lho, bukan lumut yang dipake untuk bikin pudingnya. Kenapa disebut lumut, karena tampilan lapisan atasnya terlihat seperti lumut. Warnanya hijau muda, bikin gak sabar ngerasain segernya.

Di bawah si lumut cantik, ada puding mentega yang rasanya mentega banget (ya iya lah ya, namanya juga mentega, hehehe). Yang buat saya bikin penasaran adalah rasa menteganya itu gak bikin eneg. Bayangin, mentega yang rasanya berminyak jadi puding. Gak eneg dan manisnya pas. Oh ya, setelah makan rasanya tidak melekat di langit-langit mulut lho!

Update 9 April 2020: Puding Choco Oreo Taro dan Puding Vanila Choco Coffee

Urvasu_puding enak
Puding 3 lapis yang enak banget

Semenjak kebijakan social distancing, saya kerja dari rumah, gak kemana-mana selain ke pasar dan toserba itu juga hanya 3 hari sekali. Tanggal 9 kemarin, saya harus masuk kantor karena harus persiapkan sebuah presentasi yang tidak bisa dikerjakan dari rumah. Pas berangkat kantor, sayapun mampir ke toserba dekat rumah untuk beli Puding Dapur Mimi, sekalian diberikan ke teman kantor. Saya dapatkan 2 lagi rasa baru yang rasanya juga gak kalah enak dibanding yang sebelumnya.

Puding Choco Oreo Taro

Selain namanya yang bikin penasaran, warnanya juga cantik banget, kaya pujaan hati, eh… Lapisan coklat, hitam, dan ungu sudah manggil-manggil saya untuk nyobain rasanya. Beneran deh lapisan warnanya itu bikin penasaran sama rasanya, dengan warna oreo yang hitam berada diantara cokelat dan ungu yang menggoda.

Saat dicoba, rasanya nyos banget lho. Si taro yang ungu cantik di lapisan paling atas itu bener-bener lembut. Lapisan kedua si Oreo itu wlaopun warnanya hitam, rasanya nyos banget. Gak cuma rasanya lho, tekstur si Oreo crumble yang ada di dalam puding bener-bener krenyes-krenyes, enak banget. Gak cuma manjain lidah dengan rasanya lho, seluruh rongga mulut juga klepek-klepek karena teksturnya. Si coklat juga gak kalah maknyos. Duh beneran ini kombinasi rasa dan tekstur yang juara deh.

Puding Vanilla Choco Coffee

Satu lagi rasa yang menurut saya klasik. Siapa yang gak kenal dengan kombinasi cokelat dan vanila? Jajanan dengan rasa ini pasti sudah akrab di lidah. Enak banget kan pastinya? ini juga pudingnya enak banget lho. Ditambah dengan satu rasa yang lagi hits banget: Kopi. Gabungan antara tiga rasa yang sudah gak asing di lidah pastinya gak akan mengecewakan kan? Enak banget! Rasa yang ini bikin saya nagih loh.

Itu dia puding enak yang pernah saya cicipin. Menurut saya ini beneran lho bikin bikin mau dan mau lagi.  Sampe jumpa di postingan ngulik-ngulik makanan enak lainnya 🙂

Kuliner Unik di Banyuwangi: Botok Tawon

Nyambung lagi cerita saya tentang sehari di Banyuwangi. Setelah kemarin saya bercerita tentang transportasi terpercaya di Banyuwangi, sekarang saya mau bercerita tentang kuliner unik di Banyuwangi yang sempat saya cicipi: Botok Tawon. Tawon adalah Bahasa Jawa dari lebah, sedangkan botok adalah sejenis makanan yang dibumbui, dibungkus daun pisang lalu dikukus. Jadi botok tawon adalah botok dengan bahan utama lebah.

Botok tawon_urvasu
Penampakan botok tawon

Bagi yang baru pertama kali mendengarnya, mungkin makanan ini akan terdengar aneh, masa lebah dimasak? Buat saya, memakan lebah (lebih tepatnya sarangnya) bukan hal yang asing, karena di Bali ada kuliner yang namanya Lawar Nyawan (sayur dan bumbu yang dicampur dengan sarang lebah). Meskipun demikian, Botok Tawon tetap menjadi makanan yang membuat saya kepo, hehehe.

Botok Tawon di Warung Makan Daerah Mangir

Saya diajak makan siang di daerah mangir oleh Pak Tino. Sebuah rumah makan yang lumayan besar di pinggir jalan. Awalnya saya memesan nasi dengan sayur asam yang merupakan menu utama disana. saya mengambil pepes ikan sebagai tambahan, namun saat saya melihat Pak Tino mengambil botok tawon, jiwa penasaran saya terusik, hehehe.

Saya meminta tambahan botok tawon kepada penjaga warungnya. Awalnya masih merasa khawatir, apakah saya akan bias memakan makanan dengan cita rasa baru ini atau tidak. Setelah mencoba secuil, botok tawon ini ternyata sesuai dengan selera saya.

botok tawon_urvasu
Menu makan siang saya di Banyuwangi

Sebenarnya cukup susah untuk menjelaskan rasa botok tawon ini. rasanya bercampur antara segar, sedikit asam dan sedikit pedas. Rasa manis dari lebahnya terasa cukup kuat namun tidak menutupi rasa bumbu-bumbu lainnya. semuanya campurannya pas, benar-benar menjadi kesatuan rasa yang mantap.

Ngomong-ngomong masalah tekstur, makanan ini memiliki tekstur yang unik banget. Dari tekstur sarang lebah yang agak garing, isinya yang lembut, ditambah dengan tekstur malam lebah yang agak lengket tapi wangi saat dikunyah benar-benar menjadi pengalaman unik saat makan makanan khas Banyuwangi ini.

botok tawon_urvasu
Nikmat hingga suapan terakhir

Saking enaknya, saya sudah lupa berapa kali suap si botok ini masuk ke dalam mulut, tiba tiba saja sudah sisa sesuap saja. Benar-benar nikmatlah makanan khas Banyuwangi ini. Pokoknya bagi Sobat Urvasu yang sedang jalan-jalan di Banyuwangi wajib hukumnya untuk  coba makanan ini.

Sampai jumpa pada cerita berikutnya 🙂

Makan di Kediri: Nasi Pecel Tumpang

Bulan lalu, saya dapat kesempatan untuk melali ke Kediri pada bulan Juni kemarin. Tentunya bukan 100% melali, tapi ada urusan pekerjaan yang harus diselesaikan. Setelah pekerjaan beres, jadilah waktu yang tersisa dimanfaatkan untuk sekedar melali.

Tidak pas rasanya jika tidak menikmati makanan khas daerah tempat kita berkunjung, karenanya saya sempatkan mencicipi makanan khas Kediri di malam hari. Waktu yang sangat terbatas membuat saya hanya bisa menikmati Nasi Pecel Tumpang dan Getuk Pisang saja, padahal masih ada beberapa rekomendasi yang tidak bisa saya nikmati, seperti pecel Punten dan tahu Kediri yang sudah terkenal enaknya di seantero Pulau Jawa. Sekarang saya mau cerita dulu tentang si Pecel Tumpang, hehehe.

Pedagang nasi pecel tumpang
Pedagang nasi pecel tumpang yang paling ramai di Jalan Dhoho

Makan di Kediri: Pecel Tumpang jalan Dhoho

Jalan Dhoho adalah jalan yang tak pernah tidur di Kediri. Dari pagi, menjadi pusat perekonomian dengan berbagai toko yang berjejer di kedua pinggir jalan ini. Mulai dari toko kebutuhan sehari-hari, tas dan sepatu, makanan khususnya tahu, peralatan elektronik, hingga toko emas dapat ditemui di sekitar jalan Dhoho. Saat mentari terbenam, kawasan ini tetap hidup sebagai pusat kuliner.  Gaya makan lesehan yang penuh dengan suasana keakraban adalah ciri khas tempat makan di pinggir Jalan Dhoho.  Ada begitu banyak makanan yang bisa ditemui di emperan toko, namun yang paling banyak bisa ditemui adalah pecel dan tumpang, berbagai jenis nasi goreng serta minuman hangat seperti ronde dan angsle.

makan di jalan Dhoho
Makan lesehan malam hari di Jalan Dhoho

Saat sampai di Kediri, driver travel yang menjemput saya, mas Shofwan memberi tahu saya tempat jika ingin makan di kediri pada malam hari, Jalan Dhoho adalah tempat yang harus dikunjungi. Di jalan ini terdapat penjual Pecel Tumpang yang sangat ramai. Sepanjang jalan Dhoho, tempat ini yang paling banyak dikunjungi oleh penikmat kuliner malam di Kediri.

Mengikuti saran mas Shofwan, saya meluncur menuju Jalan Dhoho dan mencari penjual pecel tumpang yang paling ramai dikunjungi pembeli, hingga sampailah saya pada Pecel Bu Anik. Saking ramainya, saya sampai tidak melihat tulisan special pedas pada spanduknya, hehehe.

Nasi Tumpang Bu Anik

Setelah memesan satu pecel tumpang ditambah telur dadar dan sate usus, saya mencari tempat duduk di tikar yang digelar di trotoar. Setelah duduk manis saya mulai makan pecel yang baunya menerbitkan selera makan. Suapan pertama masuk mulut dan saya mendapatkan kejutan! Wih, pedasnya langsung memenuhi lidah dan rongga mulut. Pecel yang biasa saya makan rasanya cenderung manis dengan rasa kacang yang kuat, tapi ini lebih dominan pedas dengan rasa kacang yang tidak terlalu kuat.  Isi pecelnya mirip dengan pecel yang pernah saya makan di Jogja, dengan khasnya memakai bunga turi yang direbus dilengkapi dengan potongan timun. Satu lagi, peyek yang melimpah jumlahnya menambah seru menikmati makanan pedas ini.

Nasi Pecel Tumpang Kediri
Nasi Pecel Tumpang Kediri dengan peyek yang berlimpah

Ada sedikit rasa agak asam yang saya rasakan saat makan nasi pecel tumpang ini. Ternyata rasa asam ini berasal dari sambel tumpang yang dicampur dengan nasinya. Rasa yang agak asam, sedikit pedas dan aroma yang khas membuat saya susah untuk menjelaskan. Meskipun lumayan kepedasan, anehnya saya tidak bisa  berhenti makan meskipun beberapa kali berhenti sejenak untuk meredakan rasa yang pernah ada  eh, rasa pedas yang membuat air mata dan keringat mengucur. Selesai makan, saya hanya membayar Rp.18.000 untuk semua makanan yang saya pesan malam itu

Sedikit informasi, tumpang adalah sejenis sambal yang dibuat dari tempe yang sengaja dibusukkan. Menurut penuturan warga Kediri, hanya jenis tempe tertentu saja yang bias dibuat tumpang. Selain itu, rasa tumpang Kediri akan berbeda tumpangdari daerah lain, meskipun berdekatan lokasinya dengan Kediri.

Itu dia pengalaman saya saat makan Nasi Pecel Tumpang di Kediri. Makanan baru yang menambah perbendaharaan rasa. sampai jumpa pada cerita tentang makanan berikutnya 🙂

Nasi Krawu Enak di Denpasar

Saya banyak ketemu teman baru di kelas Gapura Digital Google. Salah satunya adalah Pak Arif, yang memperkenalkan saya pada makanan khas Gresik: Nasi Krawu. Pak Arif jualan Nasi Krawu secara online. Awalnya saya bingung, apaan sih Nasi Krawu? Namanya kok asing, rasanya enak gak ya? Ya gitu deh, kalau dengar yang baru-baru tingkat kepo saya langsung naik 2x lipat, hehehe.  Sebelumnya saya tidak pernah tahu ada Nasi Krawu enak di Denpasar, bahkan mendengarnya saja baru kali ini.

Nasi_Krawu_di_Denpasar_Urvasu
Tapilan Nasi Krawu dari atas, lauknya berlimpah

Mengenal Nasi Krawu

Mungkin Sobat Urvasu sama bingungnya dengan saya saat mendengar Nasi Krawu. Nasi Krawu adalah makanan khas dari Gresik. Nasi yang pulen disajikan dengan dua jenis serundeng, manis dan gurih. Selain kedua serundeng ini, Nasi Krawu original isinya adalah daging sapi, semur daging, dan jeroan sapi.  Nasi beserta semua lauk ini dibungkus dengan daun pisang. Tidak lupa nasi dan lauk ini dilengkapi dengan sambal terasi.

Awalnya saya tidak tertarik dengan Nasi Krawu ini, karena menggunakan daging sapi sebagai lauknya. Saya tidak makan daging merah, karenanya semua makanan dengan daging sapi tidak menarik bagi saya. Saat Pak Arif mengenalkan Nasi Krawu yang menggunakan daging ayam, saya langsung tertarik untuk mencobanya.

Baca juga: Sup Kepala Ikan di Pantai Matahari Terbit

Nasi krawu Enak di Denpasar: Ini Jagoan

Saya memesan Nasi Krawu pada Pak Arif untuk makan siang dengan teman-teman. Karena melihat fotonya yang sepertinya kecil jadilah saya pesan lebih, untuk jaga-jaga jika nasinya kurang, hehehehe. Jam makan siang pun datang, saya sudah tidak sabar untuk makan Nasi Krawu ini.

Karena Nasi Krawu dengan nama Ini Jagoan by pak Arif ini sudah dimodifikasi, tampilannya juga sudah dimodif. Nasinya tidak lagi dibungkus dengan daun pisang, tapi dengan kemasan yang lebih praktis. Saat tutupnya dibuka, yang kelihatan adalah lauknya. Serundeng dua rasa dengan dua warna yang cantik, sambal terasi, daging ayam yang bentuknya seperti ayam suir serta jeroan ayam yang dibumbui. Nasinya gak kelihatan lho, ketutup lauk semua.

Mulailah saya  mencicipi nasinya. Luar biasa pulen! Serundeng manis dan gurihnya benar-benar klop rasanya, terutama saat dimakan dengan nasinya yang pulen itu. Tekstur daging ayam suwirnya tidak keras, tidak pula terlalu lembek, jadi pas banget saat dimakan dengan si nasi pulen itu. Yang bikin saya penasaran adalah jeroan ayam yang dibumbui. Saya tidak tahu ini namanya apa, tapi bumbunya tidak terlalu keras. Ada rasa santannya, tapi bumbunya ringan, tidak bikin enek. Racikan makanan ini benar-benar klop, membuat saya tidak berhenti menyuapkan makanan ke dalam mulut.

Nasi_Krawu_enak_i_denpasar_Urvasu
Nasi Krawu kemasan modern, Ini Jagoan

Nah balik lagi tentang porsinya, kemasan yang kelihatan kecil ternyata menipu saya. Satu porsi nasi krawu ini cukup membuat saya kenyang. Ditemani segelas teh panas tawar, makan siang dengan Nasi Krawu kali ini pas buat saya. Oh ya, masih ada satu box nasi yang lebih karena ternyata nasinya sudah membuat kenyang. Akhirnya Nasi Krawunya saya diamkan di pantry dan saya bawa pulang. Saya kira nasinya akan rusak karena sudah lebih dari lima jam dari saat dibawakan oleh Pak Arif. Sampai di rumah saya buka nasinya, dan tadaa… tidak  basi dan rasanya tidak berubah lho!

Tidak hanya rasa dan porsi yang pas, harganya juga pas banget buat saya. Gak cuma itu, Pak Arif mengantarkan Nasi Krawu ini ke tempat saya bekerja tanpa ongkos kirim! Wah benar-benar berkah deh makan siang saya hari ini.

Bagi Sobat Urvasu yang penasaran, atau lagi cari-cari Nasi Krawu enak di Denpasar, boleh kepoin instagramnya Ini Jagoan buat liat Nasi Krawunya. Kalo udah liat jangan lupa coba ya. Makanan enak yang recommended banget. Yang sudah coba jangan lupa ya tulis pendapat kalian tentang Nasi Krawu Enak di Denpasar ini di kolom komentar. Sampai jumpa pada postingan selanjutnya 🙂

Bolu Batik: Enak dan Cantik

Semua orang pasti punya hal-hal yang disukai, dan saat hal yang disukai tersebut ditemui, pastinya rasanya senang bukan kepalang. Apalagi kalau yang didapat tidak cuma satu, tentunya rasa senangnya berlipat-lipat rasanya seperti origami, hehehe.

Nah itu juga yang terjadi pada saya saat menemukan sebuah sesuatu yang menggabungkan dua hal yang saya sukai: makanan enak dan tekstil. Kalau mikirnya ini adalah tekstil yang enak jika dimakan, imajinasinya sudah agak kejauhan sih, tapi gak menutup kemungkinan bakalan ada yang membuat. Yang sedang saya bahas adalah makanan enak dengan pola tekstil. Yup.. bolu batik adalah bolu yang dibuat dengan pola batik pada permukaannya.

Bertemu Pembuat Bolu Batik

Bolu_batik_Urvasu
Bolu batik motif Parang dari Omah Bolu Batik Bali

Ceritanya saat itu saya ikut pelatihan digital marketing yang diselenggarakan dengan gratis oleh Google. Karena tidur siangnya bablas, jadilah saya telat berangkat dan saat sampai di tempat training kursi sudah hampir terisi semua. Saat clingak-clinguk mencari kursi, saya lihat ada tempat kosong di sebelah seorang ibu yang mengajak anaknya ikut serta. Wiih keren nih masih kecil udah belajar digital marketing 🙂

 Sayapun meminta izin duduk di sebelah Beliau. Kamipun berkenalan. Mba Enik adalah seorang perawat yang sempat bekerja di sebuah rumah sakit ternama di Denpasar. beberapa tahun lalu Beliau memutuskan untuk mengundurkan diri, dan memulai bisnisnya sendiri. ” Saya membuat bolu batik” kata Mba Enik waktu itu. Saya masih belum punya gambaran itu bolu batik seperti apa. “Itu bolu yang kalo dipotong dalemnya kaya batik ya mba?” tanya saya sok tahu.

Mba Enik menjelaskan kalau bolu batik yang dibuatnya adalah bolu dengan motif batik di permukaannya. Hmm… seperti biasa perasaan kepo mulai melanda saya. Mba Enik memperlihatkan instagram account-nya. Jeng-jeng…. sayapun terbengong-bengong melihat foto-foto bolu cantik dengan berbagai motif batik. Keren lho, bolu-bolu itu bisa bermotif seperti kain batik beneran. Karena training sudah hampir dimulai, kamipun menyudahi obrolan tentang bolu batik yang cantik-cantik itu.

Baca juga: Nasi Tahu Sukawati, Makanan Sederhana Tapi Nikmat

Bolu Batik: Rasanya Maknyooos

Bolu Batik_Urvasu
Bolu Batik yang sempuurna, cantik, lembut, dan enak

Mba Enik ternyata harus meninggalkan tempat training karena sudah ditunggu di rumah singgah untuk penderita kanker. Sebelum pergi, Mba Enik menitipkan sebuah bolu gulung dengan motif Batik Parang untuk dibagikan pada para peserta training. Melihat aslinya, bolu batik ternyata lebih indah daripada fotonya. Ditambah lagi dengan packing yang elegan membuat saya tidak tega untuk memotong bolu batik tersebut.

 Saat waktu istirahat, dengan berat hati saya memotong bolunya. Saat mulai dipotong, pisau pemotongnya meluncur dengan sangat mulus ke bagian bawah, pertanda bolunya sangat lembut. Dari awal sudah cantik dan lembut, hanya kurang mencicipi rasanya saja nih. Saat potongan pertama masuk mulut, wah saya langsung mersakan enaknya bolu batik ini.  Rasanya yang tidak terlalu manis dilengakpi dnegan krim yang benar-benar pas mejadikan perpaduan rasa yang susah untuk saya ungkapkan. Ditambah secangkir teh, bolu ini adalah sajian yang benar-benar akan membuat hari bertambah menyenangkan.

Bolu batik ini buat saya just perfect! Cantik tampilannya, lembut teksturnya, dan lezat rasanya. perpaduan sempurna yang memanjakan indera. Tentunya perlu juga skill tinggi untuk membuatnya. Salut deh buat Mba Enik, perawat yang pinter banget bikin kue sempurna.

Oh ya bagi sobat Urvasu yang penasaran, biar gak baca cerita saya aja, boleh nih kepoin instagramnya Omah Bolu Batik Bali. Kalau udah coba, jangan lupa berbagi komen disini ya. sampai jumpa pada postingan selanjutnya 🙂

Sup Kepala Ikan di Pantai Matahari Terbit

Halo Sobat Urvasu, kayanya saya sudah lama gak review makanan ya. Nah hari ini saya mau review makanan dari Pantai Matahari Terbit yakni Sup Kepala Ikan.

Sobat yang pernah ke Bali atau tinggal di Bali pasti sudah pernah mendengar sup kepala ikan yang ada di sekitar Pantai Sanur. Kali ini saya mau review sup kepala ikan yang ada di Pantai Matahari Terbit, tak jauh dari Pantai Sanur. Masuk ke Jalan Matahari Terbit dan kalian akan melihat warungnya ada di sebelah kanan.

Sup Kepala Ikan Warung Pak Ada

Sup kepala Ikan_Urvasu
Papan nama Warung Pak Ada

Setelah keliling-keliling di Museum Lemayeur, saya janjian dengan teman untuk makan siang di sekitar Pantai Matahari Terbit. Teman saya mengajak makan di Warung Pak Ada, special sup kepala ikan dan ikan goreng. Saya penasaran juga nih sama makanan yang ditawarkan. Karena teman saya sampai duluan disana, saya minta dipesankan duluan. Saat saya sampai disana, paket makan itu sudah ada di meja.

Awalnya saat melihat paket sup kepala ikannya, saya teringat makanan serupa di Pantai Sanur. Terdiri dari seporsi nasi, semangkuk sup dengan kepala ikan plus irisan timun, dan sepiring ikan goreng dengan sambal. Yah, paling rasanya sama saja, pikir saya. Ternyata saya salah sodara-sodara, hehehehe. Ini beda jauh rasanya, pas dengan selera saya yang gak terlalu suka pedes.

Waktu saya coba sup kepala ikannya, rasa kuahnya sangat enak lho. Meskipun bumbunya cukup lengkap, tapi rasanya bumbunya tidak tajam. Ikan yang segar dengan irisan mentimunnya menambah segarnya rasa sup ini. Saat dicobain dengan nasi hanyatnya, duuh… rasanya enak banget.

Sup kepala Ikan_ Urvasu
Isi Paket Sup Kepala Ikan di Warung Pak Ada

Ikan gorengnya juga enak lho. Ikan digoreng cukup kering dengan didampaingi sambal khas warung ini. Waktu nyobain ikan gorengnya, saya pikir pasti pedes banget nih, ternyata gak terlalu pedes. Kombinasi rasanya pas. Nah kalo saya biasanya makan ikan goreng dengan sup, saya celupin ikan gorengnya ke dalam sup. Buat saya, ini adalah cara makan yang paling enak. rasa si ikan goreng bercampur dengan kuah sop kepala ikannya jadi nyatu banget. Enak deh pokoknya!

Nah untuk harga gak terlalu mahal juga loh. Saya makan bedua dengan tambahan teh seharga delapan puluh ribuan. Tapi saya gak tahu nih seporsinya berapa, karena saya ditraktir sama teman yang ngajak makan siang, hehehehe. Yang pengen nyoba makan sup kepala ikan di Pantai Matahari Terbit, buruan kesini kuy

Balkondes Karanganyar Borobudur: Surga di Kaki Pegunungan

Urvasu_balkondes karanganyar borobudur
Tampak Depan Balkondes Karanganyar Borobudur

Halo Sahabat,

Masih lanjut nih dari perjalanan saya melali ke Jawa Tengah. Saya menyempatkan diri jalan-jalan ke Borobudur, mengunjungi salah satu ikon Indonesia. Selain mengunjungi candi megah warisan budaya ini, saya tidak lupa berkunjung ke Balkondes sekitar Borobudur.

Siapa dari Sahabat yang pernah mendengarkan kata Balkondes? Balkondes adalah kependekan dari Balai Perekonomian Desa. Balkondes adalah program pembinaan yang dilakukan BUMN untuk desa-desa di sekitar Borobudur. Perkenalan saya dengan Balkondes juga sesuatu yang tidak saya sengaja. Awalnya saya mengunjungi pameran Desa Wisata yang diadakan di Ubud. Disana saya masuk stand Balkondes Karanganyar, dan bertemu dengan Ibu Yossy Wulandari, salah satu pengurus Balkondes Karanganyar. Di stand ini saya sempat belajar membuat gerabah dan mencicipi minuman khasnya, Teh Sereh. Sejak saat itulah saya bertekad untuk mengunjungi Balkondes Karanganyar jika saya sempat ke Borobudur.

Dari Borobudur ke Karanganyar: Pemandangan cantik memanjakan mata

Pagi-pagi setelah sampai di Borobudur dan menitipkan barang saya di Dodo Hostel Borobudur, saya bersama teman langsung tancap gas dengan motor sewaan ke Balkondes Karangayar. Berbekal bantuan mbah Google, sayapun menyusuri jalan kecil menuju Balkondes Karanganyar.

Di sepanjang perjalanan, kami melihat banyak perunjuk arah menuju balkondes-balkondes. Beberapa kali kami berhenti karena meragukan petunjuk arah yang diberikan oleh Mbah Google, tapi akhirnya kami lanjut saja sesuai arahan si Mbah. Sampailah kami ke sebuah jalan kecil, dengan pemandangan pegunungan yang cantik.

Urvasu_Balkondes Karanganyar Borobudur_pemandangan
Salah satu pemandangan cantik di jalan menuju Balkondes Karanganyar Borobudur

Saya meminggirkan kendaraan dan meminta teman saya turun. Kami menikmati pemandangan cantik sawah yang membentang dengan pegunungan di latar belakangnya. Langit yang biru dengan awan-awan putih menambah cantiknya pemandangan. Benar-benar memanjakan mata. Kami mengambil foto banyak-banyak untuk mengabadikan sebuah anugrah Tuhan yang emnenangkan jiwa.

Setelah kami puas mengambil foto, kami melanjutkan perjalanan ke Balkondes Karanganyar. Perjalanan kami ini bisa dikatakan lucu, karena setiap melihat hasil pertanian, selalu ada kata wow yang terlontar dari mulut. “Wow.. itu tomatnya banyak banget“. “Wow itu cabe sampe keberatan buah” hahahaha, benar-benar kampungan.

Balkondes Karanganyar Borobudur, Bangunan luas dengan pemandangan cantik

Setelah menyusuri jalan-jalan kecil desa dan bertanya beberapa kali pada penduduk sekitar, kami akhirnya sampai di Balkondes Karanganyar Borobudur.  Awalnya pikiran saya Balkondes bukan tempat yang besar.  Saya tidak menyangka bahwa Balkondes Karanganyar begitu luasnya! Segera setelah memarkir motor sewaan saya memasuki bangunan Balkondes Karanganyar.

Urvasu_Balkondes Karanganyar Borobudur_Sepeda Tua
Sepeda Tua yang dipajang di Beranda Balkondes

Bangunan yang megah dengan display sepeda tua di berandanya langsung bikin saya jatuh cinta dengan tempat ini.  Saya juga sempatkan berkeliling Balkondes dan tertegun dengan pemandangan cantiknya. Pebukitan yang menjulang tinggi di belakang bangunandan hijaunya taman Balkondes membuat saya betah berlama-lama. Tidak ketinggalan juga ada sebuah tempat terbuka dengan patung Semar dan sepasang bapak ibu menambah artistiknya tempat ini.

Di sebelah kanan, ada deretan bangunan homestay yang terlihat sangat nyaman. Sayang nya saya tidak berkesempatan untuk melihat-lihat ke bagian dalamnya. Cantik sekali bangunan homestaynya. Dengan bangunan megah nan cantik dan suasana pegunungan yang menawan hati, tempat ini sangat cocok untuk melepaskan segala kepenatan hidup.

Baca juga: Denpasar Festival 2018: Yuk Main!

Makanan Enak dan Murah

Karena tadi pagi hanya memakan satu roti Maryam saja di Stasiun Tugu, perut saya sudah mulai berontak. Saya bergegas ke dapur Balkondes untuk memesan pisang goreng dan Teh Sereh. Balkondes ini mengelola sentra Gerabah, jadi saya tidak begitu kaget saat si pisang goreng datang dengan dialasi sebuah piring dari tanah liat. Pisang gorengnya enak sekali, diselingi dengan menyeruput teh sereh dan angin sepoi-sepoi membuat saya ingin terus berada disana.

Urvasu_Balkondes Karanganyar Borobudur_pisgor
Pisang Goreng dan Teh Sereh

Setelah Pisang goreng habis, lanjutlah saya pada makan siang. Saya memesan Nasi Goreng Jamur. Untuk minumnya, saya memilih sebuah minuman yang namanya unik, Wedang Asem. Teman saya yang vegetarian memesan omelet dengan cabe yang banyak. sambil menunggu makanan datang, saya berkeliling dan tidak bosan-bosannya mengagumi pemandangan yang ada di depan maupun belakang Balkondes Karanganyar Borobudur ini.

Yup saat si Nasi Goreng Jamur datang, dia pun dialasi dengan sebuah piring Gerabah. Nyam, tidak salah pesan Nasi Goreng Jamur. Jamurnya enak, karena sepertinya dibumbui dulu sebelum dimasukkan ke dalam nasi goreng. Rasa jamurnya tetap terasa meskipun sudah dibumbui. Paduan rasa jamur berbumbu dan nasi gorengnya pas banget. Jos gandos pokoknya.

Urvasu_Balkondes Karanganyar Borobudur_nasgor
Nasi Goreng Jamur dan Wedang Asem

Minuman yang menemani si Nasgor Jamur juga enak. Rasanya segar dan benar-benar bikin nagih. Saya sampai nambah minumnya, hehehe. Perpaduan antara nasi goreng jamur yang gurih banget dengan wedang asem ini benar-benar memuaskan rasa lapar saya. Pokoknya gak nyesel deh saya makan disini. Belum lagi selama makan mata juga dimanjakan dengan pemandangan cantik dan AC alami. Duh benar-benar kenikmatan tiada tara.

Yang tidak kalah pentingnya adalah harganya yang murah lho. Kami makan nasi goreng jamur, omelet, dan pisang goreng ditambah 2 teh sereh, 2 wedang asem, dan 1 teh harga totalnya tidak sampai 50 ribu, padahal porsi makanannya cukup besar. Hehehe, jadi pengen kesana lagi nih.

Setelah makan, saya dan teman saya pamitan pada pengelola Balkondes Karanganyar Borobudur. Kami lanjutkan perjalanan ke Candi borobudur.  Jika sahabat sedang berada di sekitar Candi borobudur, jangan lupa untuk mengunjungi Balkondes Karanganyar ya, dijamin senang lho disana 🙂

 

Segarnya Es Kapal, Nikmatnya Bikin Nagih Lho!

Halo sahabat,

Sekarang saya lanjut lagi nih cerita tentang jalan-jalan saya di Solo. Kalau sebelumnya saya cerita tentang mengunjungi museum Radya Pustaka, sekarang saya mau cerita tentang salah satu kuliner Solo yang saya temui saat berjalan dari Pura Mangkunegaran menuju Taman Sriwedari. Jajanan satu ini benar-benar unik, dari namanya saja sudah bikin kepo: Es Kapal. Rasanya? Luar biasa enak versi saya, hehehehe.

Es Kapal_Urvasu
penampakan si Es Kapal yang seger dan menggoda selera

Es Kapal : Manis Gurih campur jadi satu

Sebelum saya memutuskan untuk mencoba makanan satu ini, awalnya saya sudah melihat sebuah gerobak di dekat museum Keris Nusantara, tapi masih berprasangka bahwa itu adalah es kepal yang lagi hits, jadi saya abaikan saja. Nah, balik dari Monumen Pers, saya merasa kehausan dan kepanasan, tiba-tiba saja gerobak Es Kapal ini jadi sangat menarik, lebih menarik daripada jawaban chat dari gebetan, eh… jadi curhat.. balik aja deh ke Es Kapal Solo bahasannya, hehehe.

Saya mendekati gerobak dan memesan satu, nah langsung deh prasangka saya gugur. Ternyata bukan es kepal, sodara-sodara… ini beneran Es Kapal. Saat saya ditanya sama Pak Haryadi yang jualan, mau pake roti apa tape saya langsung bingung. Ya saya jawab aja “boleh dikasi dua-duanya gak”. Pak Haryadi ketawa dan bilang “Bisa lah Mas. Eh Mas-nya dari mana?” Wah ketahuan nih saya bukan orang lokal.

Menyiapkan Es Kapal_Urvasu
Pak Haryadi sedang menyiapkan segelas Es Kapal

Pak Haryadi dengan cekatan menyiapkan Es Kapal yang saya pesan. Tidak berselang lama, datanglah sebuah gelas dengan isi penuh dan rotinya menyembul keluar dari mulut gelas! Luar biasa! Warna yang coklat dan ada hijau dari tape ketan benar-benar bikin saya pengen langsung nyeruput. Saya cicipi dulu sesendok, dan rasanya benar-benar wow! Rasa coklat yang kental, trus ditambah gurihnya santan, asam-manis dari tape, duh pokoknya enak banget. Saya coba makan dengan roti tawarnya, waah.. saya gak tahu pake kata apa jelasinnya!

Sambil menikmati es unik ini, sayapun ngobrol sama Pak Haryadi. Ternyata bahan pembuatannya juga dari Tape yang dicampur dengan santan.  Roti yang dipakai pun roti tawar yang teksturnya agak keras. Semuanya dapat deh menurut saya. Dari rasanya, manis dari tape, gurih dari santan kelapa, dan rasa roti tawarnya itu, nyatu banget! Selain rasa, tekstur es serut yang krenyes-krenyes dan roti tawar yang agak kasar bikin pengen ngunyahin terus.

Es Kapal Solo, sodaranya Es Kepal

Sambil saya terus ngunyah-ngunyah, saya juga ngoceh-ngoceh nanyain ini itu sama Pak Haryadi. Pertanyaan saya selain bahan pembuatannya juga tentang namanya, Es Kapal. Nama Es Kapal diambil dari bentuk gerobaknya yang ada moncongnya seperti kapal. Hmm.. sepertinya  saya emang dikuasai kehausan tadi, sampai-sampai gak perhatiin gerobaknya yang unik itu.

Gerobak Es Kapal_Urvasu
Gerobak Es Kapal, bagian depannya ada bagian seperti halauan kapal

Sambil iseng saya pun cerita kalau tadinya saya pikir itu adalah es kepal yang lagi hits. Gak tahunya Pak Haryadi punya sebuah cerita yang cukup aneh buat saya. Es Kapal Solo itu ternyata masih sodara sama es kepal yang dari Malaysia. Lho kok bisa ya beda negara tapi sodaraan?

Menurut Pak Haryadi yang meneruskan penjualan es kapal dari ayahnya, dulunya pembuat es kapal juga membuat es kepal. Caranya menyerut es batu kemudian mengepalnya lalu diberikan sirup diatasnya, mirip dengan es kepal yang sedang hits belakangan ini. Tapi seiring perkembangan zaman, penjual es kapal tidak lagi membuat es kepal karena kurang praktis, memerlukan banyak waktu dan tenaga. Kemudian beberapa tenaga kerja dari Solo yang pergi merantau ke Malaysia membuat es kepal disana, dan ternyata jadi booming sampe ke Indonesia. Nah ini cerita menurut Pak Haryadi ya, saya gak tahu kebenaran yang sesungguhnya. Mungkin ada Sahabat yang ahli sejarah makanan mau coba meneliti? Nanti kalau penelitiannya sudah jadi jangan lupa kasi tahu saya ya, 🙂

Es Kapal Solo: Nikmat dan murah

Karena saya hobi ngobrol, jadi saya juga ngobrol sama seorang pembeli yang datang setelah saya. Namanya Mas Sugeng. Eh ternyata Mas Sugeng pernah tinggal di Bali. jadilah kami ngobrol kangin kauh (versi Balinya Ngalor ngidul nih). Gak terasa es kami pun habis dan saya siap-siap melanjutkan melali di Solo. Tentunya saya gak lupa bayar dong. Yang membuat saya kaget adalah, harga Es Kapal sebanyak itu hanya Rp. 5.000. Murah untuk ukuran porsinya yang lumayan besar. Saking kagetnya saya tanyain lagi ke Pak Haryadi, “Itu beneran lima ribu, Pak?” Pak Haryadi ketawa lagi dan mengiyakan. Duh beneran nikmat dari Tuhan buat saya di hari itu.

Nah buat Sahabat yang pas kebetulan main ke Solo, jangan lupa ya nikmati jajanan satu ini. Pak Haryadi jualan di Jalan dr. Supomo, yaitu di jalan di seberang Taman Sri Wedari. Beliau jualan di kanan jalan jika kita dari arah Taman Sriwedari.

Nanti saya akan cerita lagi pengalaman saya makan nasi kucing ala Solo. Sering-sering main ke blog Urvasu ya 🙂