Pemilu 2024: Pemilu Serentak yang Bikin Meriang

Pelaksanaan pemilu
Pelaksanaan Pemilu 2024

Pemilu 2024 hampir sebulan berlalu, dan pengumuman hasil pemilu akan berlangsung sebentar lagi. Tentu saja hype-nya sudah berkurang, tapi rasa lelah dan kesalnya masih ada bekasnya pada saya. Pemilu kali ini mirip sekali dengan pemilu 2019 yang lalu. Ribetnya sebelas dua belas lah dengan pemilu 2019, yang beda adalah pemilu kali ini memerlukan stok sabar yang lebih banyak. Kalau ada yang jualan sabar, mungkin kami para anggota KPPS akan beli untuk nambah stok kami di hari pemilihan,hehehe.

Pada pemilu 2024 ini, saya bertugas kembali di TPS. Kalau dulu saya ada di KPPS 4 yang tugasnya mengurus pendaftaran pemilih, tahun ini saya bertugas sebagai Ketua KPPS. Sebenarnya, berkaca pada pengalaman di 2019, saya sudah sempat mengajukan untuk tidak lagi bertugas di TPS, namun saya dimintai tolong oleh Pak Kelian Banjar saya. Jadilah saya bersedia kembali bertugas, meskipun agak shock juga ditugaskan menjadi ketua. Jauh sebelum pemilu di Bulan Agustus 2023, saya bertemu dengan Ketua KPU Provinsi Bali saat ada acara di almamater saya, Prodi Komunikasi Undiknas. Disana saya terang-terangan sampaikan kepada Beliau bahwa jika pemilu tahun 2024 ini seperti 2019 rumitnya, di banjar saya tidak akan ada yang mau bertugas selaku KPPS. Beliau menyampaikan bahwa pemilu kali ini tidak akan serumit 2019. Dari simulasi yang telah dilakukan oleh KPU, mereka menyelesaikan seluruh proses penghitungan suara pada pukul 11 malam. Saya sebenarnya sangsi dengan yang disampaikan, tapi ya mau bagaimana lagi, kami sebagai pelaksana hanya bisa mengikuti instruksi.

Ada beberapa hal yang membuat pemilu kali ini tidak kalah ribetnya dibandingkan dengan pemilu 2019. Saya sampaikan satu persatu ya.

DPT yang acak-acakan

Pada pemilu 2019 yang lalu, DPT disusun berdasarkan alamat pemilih, sementara tahun ini DPT disusun berdasarkan nama. Sepertinya tidak akan jadi masalah ya, toh hanya mengubah urutan namanya saja. Tapi ternyata penyusunan DPT seperti ini membawa masalah super ribet kepada kami yang bertugas. Dimana masalahnya? DPT yang diurutkan sesuai nama menjadikan anggota keluarga yang tinggal di suatu alamat yang sama terpencar dimana-mana. Bayangkan saja, saya ada di DPT no 56, sementara ibu saya yang ada di DPT no 154. Di TPS saya, saya membagi rata jumlah surat pemberitahuan memilih pada tujuh orang anggota KPPS. Jadi DPT no 56 dibawa oleh KPPS 2, sedangkan surat pemberitahuan ibu saya dibawa oleh KPPS no 5. Alhasil, anggota KPPS yang membawa pemberitahuan ke rumah saya adalah dua orang yang berbeda. Sementara di 2019, kami membagikan pemberitahuan sekalian di satu alamat.

Awalnya kami merasa bahwa sepertinya membawa pemberitahuan secara acak tersebut tidak akan manjadi masalah besar, namun saat sudah mulai bekerja, kami kesulitan mencari beberapa alamat. Akhirnya kami mengganti strategi dengan mengumpulan pemberitahuan per alamat. Kami hanya diberikan DPT berupa hard copy oleh KPU, jadi bisa dibayangkan bagaimana ribetnya untuk mengumpulkan per alamat. Syukurnya, PPS saya di Desa Pemecutan Kaja sangat gercep dalam membantu kami di lapangan. Kami dikirimi soft copy dalam bentuk PDF yang telah disusun berdasarkan alamat. Walaupun DPT ini datangnya hampir jam 10 malam, tetap saja banyak membantu kami bekerja keesokan harinya. Dengan membawa laptop ke balai banjar, saya mengajak anggota saya untuk memilah semua surat pemberitahuan sesuai dengan alamatnya. Pekerjaan yang kami lakukan hampir 3 jam lamanya! Pembagian pemberitahuan memilih ini sangat menyita waktu, tenaga, dan pikiran kami karena DPT yang tidak praktis.

KPPS Pelaksana pemilu 2024

C Pemberitahuan yang Dicetak Ganjil Genap

Tahun ini, KPU mencetakkan formulir C-Pemberitahuan untuk pemilih. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya dimana KPPS menuliskan nama, NIK, serta detail pemungutan suara, tahun ini semuanya telah dicetak. Yang perlu ditulis tangan hanya lokasi TPS, jam kedatangan, serta nama ketua KPPS. Ketua KPPS wajib menandatangani formulir tersebut. Wah seperti jadi jauh lebih mudah ya. Namun kenyataannya tidak semudah itu Bulgoso! Kami menerima c pemberitahuan yang diurutkan nomor genap saja lalu nomor ganjil saja. Jadi kami anggota KPPS wajib hukumnya untuk mengurutkan dari nomor 1- habis. Sebagai ketua KPPS, saya langsung menandatangani dan mengurutkan formulir tersebut. Saya memerlukan waktu 2 jam lho melakukan ini saja. Kemudian anggota saya harus menuliskan detail pemilihan. Penyiapan formulir ini saja memerlukan waktu hampir 4 jam. Jadi kalau dihitung-hitung sebenarnya jika ditulis tangan oleh masing-masing anggota namun sudah terurut dengan baik dibandingkan dengan dicetak tapi tidak terurut ini waktu yang dibutuhkan hampir sama lho. Kombinasi antara DPT yang teracak dengan c-pemberitahuan yang tidak terurut ini adalah kombo yang sangat mengerikan bagi kami di KPPS.

Puncak Semua Kerumitan: SIREKAP

Puncak dari semua kekisruhan di KPPS adalah sebuah aplikasi yang dibuat oleh KPU bernama SIREKAP. Menurut saya, sirekap inilah biang kerok dari segala kerumitan yang terjadi dalam pemilu 2024. Yang membuat kami anggota KPPS bekerja sampai subuh juga Sirekap dengan segala drama yang menyertai keberadaan si aplikasi ini. Berikut ini beberapa hal yang sempat saya perhatikan dan catat terkait dengan aplikasi yang ajaib ini.

Masih Dalam Pengembangan Saat Diunduh

Awal bulan Februari, kami diminta untuk mengunduh aplikasi Sirekap ini dari google play. setelah itu, diadakan pemantapan penggunaan aplikasi ini yang diselenggarakan oleh PPS Desa di tempat saya bertugas. Saat itu, disampaikan bahwa Sirekap masih akan ada perubahan lagi, karena masih dikembangkan. Duh saya langsung syok dan lemas mengetahui hal ini. Sudah jelas aplikasi ini belum layak dipakai, tapi petugas sudah diminta untuk download dan mencoba aplikasinya.

Karena saat itu sudah disampaikan kalau si aplikasi ini masih dalam pengembangan saat itu (saya tidak tahu apa memang begitu atau ada miskom), hal pertama yang saya tanyakan saat pemantapan adalah apa yang harus kami lakukan jika terjadi gangguan saat pelaksanaan pemilu? Sayangnya PIC Sirekap saat itu tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan.

Penghitungan suara Pemilu 2024

Simulasi H-7, Pengguna Kebingungan

Simulasi dilaksanakan H-7 Pemilu lho. Saat itu kami diberikan kertas contoh formulir penghitungan suara. Mengisi formulir tersebut saja memakan waktu satu setengah jam. Setelah formulir tersebut diisi, mulailah kami menggunakan aplikasi Sirekap untuk memfoto dan mengupload hasil simulasi itu. Awalnya, saya kira hal ini tidak akan memakan waktu yang lama, namun alangka terkejutnya saya, halaman pertama saja memerlukan waktu hampir 5 menit untuk dibaca sistem.

Halaman-halaman selanjutnya bahkan lebih parah. Ada satu halaman yang memerlukan waktu hampir 10 menit untuk dibaca sistem, lalu setelah 5 menit ada notifikasi bahwa halaman tidak dikenali. Kemudian yang lebih menjengkelkan adalah, saat semua halaman sudah terunggah, malah keluar lagi notifikasi ada beberapa halaman yang tidak dikenali dan harus difoto ulang. Proses ini juga berulang berkali-kali sampai saya bosan mengerjakannya. Terus terang saya sangat gregetan dengan hal ini. Alhasil untuk mengunggah 10 halaman saya memerlukan waktu hampir 6 jam, dari jam setengah tujuh malam hingga pukul 12 malam lebih. Ingin rasanya mengusulkan agar Sirekap tidak dipakai saja saat pemilu. Setelah simulasi selesai, keesokan harinya ada instruksi untuk menggunkan mode offline saja… Saya benar-benar kesal dengan pengembang aplikasi ini, kenapa tidak sekalian saja dari awal dilakukan mode offline lalu gambar diunggah terakhir, daripada kami susah payah menggunakan mode online yang memakan waktu berjam-jam.

Sirekap Tidak Bisa Membaca Angka Dengan Tepat

Keajaiban Sirekap tidak berhenti sampai lamanya waktu yang diperlukan untuk mengunggah dokumen saja. Yang lebih ajaib adalah Sirekap tidak bisa membaca dengan tepat. Sebelumnya kami diminta untuk menggunakan angka dengan format digital (sepertijam digital, yang angkanya kotak-kotak). Bayangkan saja kami seagai pelaksana harus belajar menulis angka kotak-kotak. Meskipun sudah disediakan outline kotaknya, tetap saja kami harus belajar mengubah kebiasaan kami untuk menuliskan angka.

Saat kami sudah berhasil belajar membuat angka digital, ternyata aplikasi Sirekap tidak bisa membaca angka-angka tersebut dengan akurat. Bayangkan saja, tanda silang bisa terbaca 8 oleh aplikasi. Nah kerumitan pekerjaan kami bertambah disini. Saat semua angka sudah dibaca oleh Sirekap, yang tentu saja pembacaannya salah, kami harus merevisi angka-angka tersebut sesuai dengan C-Hasil yang telah kami buat. Ini sih kerja dua kali namanya. Angka-angka yang salah harus kami hapus lalu input kembali yang benar sesuai dengan hasil pada formulir penghitungan suara. Lalu apa gunanya pembacaan oleh aplikasi? Bukannya lebih baik kalau kami langsung saja input secara manual sesuai foto yang telah diunggah.

Ada hal yang lebih parah lagi. H-1 kami mendapat informasi dari Admin Sirekap untuk tidak menggunakan angka dengan format digital. Kami dipersilakan menulis angka sesuai dengan kebiasaan kami menuliskan angka. Plin plan nya aplikasi ini sungguh membuat sakit kepala.

Pembaruan Server Sirekap yang Tidak Jelas

Sirekap seingat saya diperbaharui severnya sebanyak dua kali dari awal di download. Saat ada pembaruan dari Nasional 1 ke Nasional 2 kami diberikan informasi. Inipun banyak yang kebingungan karena perubahan ini kurang begitu jelas. Yang paling parah adalah di hari H, dari Nasional 2 ke Pemilu. Saat kami diminta untuk mengubah ke Pemilu, instruksi yang ada pada aplikasi tidak jelas. Di aplikasi saya tertulis Pemilu, namun ada tombol ubah di sebelahnya. Saat disetuh, akan ada pop up loading, namun tidak ada konfirmasi apakah perubahan sudah berhasil atau tidak. Tentu ini membuat saya bingung. Saya pencet sampai tiga kali hingga akhirnya saya bingung sendiri dan menghubungi PPS Desa. Syukurnya anggota PPS Desa Pemecutan Kaja dengan sigap datang ke TPS saya dan memberikan bantuan meskipun hujan lebat. Ternyata aplikasi saya sudah terupdate servernya, namun tidak ada notifikasi.

Server Eror Saat Pemilu

Sangat menyebalkan memang Sirekap ini. Ia mulai eror dari pagi hari saat saya ingi menginput identitas saksi dan pengawas. Saya tidak bisa login sama sekali hingga pukul 2 siang. Rencana saya adalah menginput identitas-identitas tersebut di pagi hari, sehingga siang hari saya bisa langung memfoto C Hasil dan menginput hasil penghitungan suara.

Saat penghitungan suara dimulai, Sirekap sama sekali tida bisa digunakan. Saya sudah kesal luar biasa karena hal ini. Berkali-kali saya adukan hal ini ke PPS. Mungkin PPS sampai bosan mendengar pengaduan dan keluhan saya, namun mereka juga tidak dapat berbuat apa-apa karena bukan kewenangan mereka. Petugas PPS dengan sabar menerima keluhan saya. Sampai akhirnya jam setengah delapan malam, Sirekap baru dapat digunakan secara online untuk bisa mengunggah hasil foto dan verifikasi. Karena inilah waktu kami jadi terbuang untuk melakukan verifikasi dan unggahan. TPS saya sudah menyelesaikan penghitungan dan membuat salinan pada pukul 10.30 malam, namun Sirekap menghambat semunaya hingga kami harus lanjut bekerja hingga pukul 2 pagi.

Semua hal diatas membuat kami pelaksana pemilu di tingkat paling bawah merasa kesusahan dalam menjalankan pemilu. Kelelahan ekstrim karena kami tidak hanya lelah fisik, tetpai juga pikiran. Pemilu kali ini memang tidak memakan korban jiwa sebanyak tahun 2019, namun tetap saja ada korban jiwa yang berjatuhan. Mungkin yang paling parah dari pemilu kali ini adalah rasa trauma melaksanakan kegiatan ini lagi di masa depan, terutama bagi mereka yang baru pertama kali ikut menjadi petugas.

Saya masih menaruh harapan bahwa Pemilu lima tahun lagi akan lebih baik bagi kami penyelenggara pemilu di tingkat paling bawah. Semoga hal ini didengar oleh pemerintah dan menjadi bahan evaluasi untuk penyelnggaraan yang lebih baik. Namun satu hal yang pasti yang saya dengar dari teman-teman anggota KPPS, terutama yang baru pertama kali bertugas adalah mereka kapok dengan pekerjaan yang seberat ini. Tentunya ini tidak di TPS saya saja, saya yakin hampir di semua TPS merasakan hal yang sama. Jika pemerintah tidak menemukan sistem yang lebih mudah, jangan kaget jika tahun 2029 KPU akan kesusahan untuk mencari anggota KPPS.