Pakaian Adat Bali: Sejauh Mana Kita Beradab?

 

Pakaian adat bali_Urvasu
Busana adat yang dipakai dengan sangat baik oleh Mba Happy Salma dan keluarga. Adem lihatnya.  Sumber foto disini.

 

Kali ini saya mau berbagi tentang pakaian adat. Tentunya saya sebagai orang Bali akan berbicara mengenai Pakaian Adat Bali. Yup, pakaian adat Bali yang begitu banyak macam jenisnya sudah diatur oleh Pemerintah Provinsi Bali mengenai penggunaannya. Ada Peraturan Gubernur Bali nomor 79 tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Pakaian Adat. Salah satu tujuan dibuatnya peraturan ini adalah untuk mewujudkan peran serta masyarakat dalam upaya perlindungan, pembinaan, pengembangan, dan pemanfaatan Busana Adat Bali.

Pakaian Adat Bali, secara umum dibagi menjadi tiga bagian atau dikenal dengan Tri Angga yakni Dewa Angga (dari leher ke atas), kemudian Manusa Angga (dari pusar hingga leher), dan Bhuta Angga, dari pusar hingga kaki. Semua pembagian ini memiliki filosofinya sendiri. Sedangkan jenis pakaian adat ini dibagi jadi Payas Agung, Payas madya, dan payas alit. Yang terakhir ini sering disebut dengan Pakaian Adat Ringan.  Semua bagian dari pakaian adat ini ada filosofinya sendiri. Lipatan kain, letak simpul pada selendang, hingga tinggi ujung kain dari telapak kaki punya makna tersendiri. Secara umum, makna yang dikandung oleh semua aturan ini adalah selalu berjalan di jalan yang benar dan melakukan pengendalian diri. Untuk jelasnya, boleh lihat di postingan Cakepane ini.

Berbusana Pakaian Adat Bali: Benarkah Sudah Menjaganya dengan Baik?

Postingan saya kali ini tidak cuma melulu ingin mengenalkan Pakaian Adat Bali pada sobat Urvasu. Saya menulis postingan ini karena ada rasa geram atas kecenderungan perilaku yang tidak pantas saat menggunakan Pakaian Adat Bali. Oh ya, sebelum saya lanjut cerita, saya cuma mau tegaskan bahwa saya bukan seorang polisi moral yang akan mengurus moral orang lain, atau orang nyinyir yang suka komentar dan sewot pada orang lain. Saya cuma gak tahan aja liat orang berpakaian adat Bali tapi perilakunya tidak sesuai dengan apa yang dipakai.

Tadi sore, saya membuka Instagram. Saya tidak begitu sering melihat postingan-postingan di Instagram, tapi yang saya temukan tadi sore membuat saya kesal dan geram menjadi satu. Coba tebak apa yang saya temukan? Postingan seorang gadis cantik berpakaian adat. Lho? Kenapa gak suka liat gadis berpakaian adat, mungkin begitu di pikiran sobat Urvasu. Yang tidak saya suka bukan orangnya, toh juga saya gak kenal. Bukan juga pakaian adatnya. Yang saya tidak suka adalah posenya! Pose yang memamerkan lekuk tubuh, rambut digerai, dengan kaki diangkat sedikit, sehingga memperlihatkan kaki dan lututnya. Kali ini saya beneran ingin mengumpat. What the h***!!! Berpakaian adat Bali, tapi pose seperti itu. Buat saya ini sudah merupakan tindakan tidak hormat.

Tidak hanya satu. Ada beberapa postingan sejenis yang saya temukan. Berpakaian dengan kebaya yang dimodifikasi, dengan belahan amat sangat rendah memperlihatkan belahan payudara. Ada lagi yang twerking dengan Pakaian Adat Bali. Belum lagi sepasang muda-mudi yang sempat viral di twitter beberapa waktu yang lalu, berpakaian adat tapi terjadi “wardrobe malfunction” sampai bagian pribadi si cowok terekspose.

Sudahkah kita menghargai pakaian adat kita?

Saya buat postingan ini hanya untuk “ngaturang jagra pawungu”, mengingatkan teman-teman saya yang kebetulan berpakaian adat Bali dan mengunggah fotonya di media sosial bahwa saat berpakaian adat, kita harus ingat filosofinya dan mengamalkannya. Saya ingat sekali nenek saya selalu bilang “melahang metakeh“, atau baik-baiklah berprilaku. Ada “tetikes“, bahasa tubuh, yang harus dijaga selama berpakaian Adat Bali. Saat menggunakan pakaian adat Bali, ada seperangkat perilaku yang melekat padanya.

Sudahkah kita melakukan itu? Sudahkah kita menghargai pakaian adat kita sendiri? Apakah pantas saat menggnakan pakaian adat malah memamerkan bagian tubuh yang seharusnya ditutupi? Bajang jegeg yang memamerkan kaki dan lututnya saat menggunakan pakaian adat Bali adalah seorang pengguna Instagram dengan follower ribuan. Sebagai “selebgram” tentu saja tujuannya adalah mendapatkan like, comments, share, dan followers. Dengan bertambahanya interaksi di postingan dan akunnya, pasti banyak yang mau paid promote atau endorse. Tentunya tujuan ini tidak salah, selebgram memang tujuannya untuk mencari pendapatan dari akun instagramnya.

Tapi coba deh dipikir, pantaskah pakaian adat digunakan untuk mendapat interaksi di akun instagram dengan cara seperti itu? Target interaksi mungkin tercapai, tapi buat saya, itu perlakuan tidak hormat pada pakaian adat Bali. Juga yang melakukan twerking dengan pakaian adat Bali, itu juga perlakuan yang tidak pantas pada pakaian adat kita, salah satu identitas kita. Yang parahnya lagi (ya ampun ini saya pengen misuh lagi jadinya), beberapa postingan itu dibagikan kembali (repost) oleh akun-akun besar yang followernya ribuan, yang biasanya sangat getol bicara Bali. Bli mbok mimin, tolong perhatikan repostnya, biar omongannya yang sering bawa-bawa Bali beneran bawa dampak yang baik soal Bali, jangan malah promote yang begini-begini.

Please, jaga dong perilaku saat berpakaian adat. Jangan pamerkan hal yang harusnya ditutup, jangan berpose yang berlebihan saat berpakaian adat, dan jangan upload perilaku yang tidak pantas saat berpakaian adat. Jika bukan pemakainya yang menghargai pakaian yang dipakai lalu siapa? Selain bahasa, pakaian juga menunjukkan bangsa. Apalagi saat dibawa ke ranah publik, yang memakai pakaian adat Bali akan menjadi wajah Bali di mata publik.

Jika suatu hari nanti ada komentar miring mengenai Bali karena orang yang menggunakan pakaian adat Bali dengan tidak sepantasnya, saat itu sudah terlambat untuk bersikap reaktif dan defensif. Mulai sekarang saatnya kita instrospeksi, nyiksik bulu, melihat ke dalam, adakah yang salah? Jika ada, mari sama-sama kita perbaiki.

Yuk kita bersikap yang pantas saat berpakaian adat kita. Tidak ada salahnya kok pakai pakaian adat lalu diunggah ke media sosial selama perilakunya pantas. Itu akan jadi hal yang positif malah akan jadi kebanggaan. Coba deh lihat foto yang saya pajang. Mba Happy Salma dengan keluarganya menggunakan pakaian adat Bali sesuai dengan kaidahnya, bikin adem dan bangga kan lihatnya.

Saat perilaku tidak pantas saat berpakaian adat, itu malah jadi melecehkan Bali, yang sayangnya dilakukan oleh orang-orang yang tinggal di Bali. Ayo sayangi Bali dengan menjaganya dengan baik, tidak hanya lewat ucapan, tapi juga dengan perilaku yang baik.

PS.  Yang bilang no picture is hoax, saya cuma gak mau ngumbar hal yang menurut saya tidak pantas disebarkan di postingan saya. Juga gak mau bikin akun instagram itu tambah rame. Penasaran? Cari saja sendiri 😛

 

 

 

Mimpi Saya Setelah Wabah Berakhir

Mimpi saya setelah wabah berakhir_Urvasu
Mimpi saya setelah wabah berakhir

 

Setelah  sebulan wabah Covid mampir di Indonesia, hampir tiga minggu saya sudah dirumah aja menerapkan social distancing. Bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah. Ada banyak kerinduan yang ingin segera dilepaskan. Rindu akan pantai, rindu akan work station saya, rindu mengerjakan project dan berdiskusi dengan teman-teman, bahkan rindu melakukan kegiatan distribusi bantuan untuk anak-anak asuh yang empat ratus orang jumlahnya. Semua rindu yang harus menunggu waktu untuk dapat ditumpahkan.

Hal lain yang bisa dibilang dikorbankan adalah keinginan untuk traveling. Saya merencanakan untuk mengunjungi Ayutthaya bulan Mei ini, namun apa boleh buat, hal ini sepertinya tidak bisa terwujud. Untungnya, meskipun saya sudah membuat itinerary saya selama di Ayutthaya dan Bangkok, saya belum membeli tiket ataupun memesan kamar hotel.

Mimpi saya setelah wabah berakhir

Sebagai penganut kepercayaan Hindu bali, saya percaya bahwa alam akan selalu mencari keseimbangannya, entah dengan berbagai cara. Setiap hal yang terjadi di dunia ini ada waktunya dan ada alasan terjadinya, termasuk wabah Covid 19 ini. Saya percaya inilah waktunya alam untuk berbenah diri, mengembalikan keseimbangannya, dan membuat semuanya kembali pada tatanannya. Manusia boleh saja merasa superior, tapi alam telah menunjukkan keperkasaannya. Inilah waktu manusia untuk menepi. Semua akan berjalan sesuai waktunya, seperti kejadian ini. Kita semua pasti berharap bahwa ini akan segera berakhir, namun alam akan mengakhirinya jika waktunya telah tiba.

Meskipun demikian, saya tetap memikirkan mereka yang kehilangan pendapatannya selama masa ini meskipun saya tidak dapat berbuat banyak. Hal itu tentunya harus kita berikan porsi yang lebih besar kepada para pengambil keputusan yang tentunya lebih memiliki kewenangan atas hal ini. Yang masih saya bisa lakukan adalah berbelanja pada orang-orang sekitar saya, meskipun tidak banyak, tentunya sedikit membantu bagi mereka.

Nah, jika saatnya nanti, saya ingin mewujudkan mimpi saya setelah wabah berakhir. Ada banyak mimpi yang ingin saya wujudkan setelah masa social distancing selesai. Ada beberapa hal yang benar-benar ingin saya lakukan.

Pergi ke Pantai

Pantai selalu menjadi tempat favorit saya, saat senang, saat sedih, saat marah, pantai selalu menjadi tempat saya melepaskan semua perasaan. Ya, saya sekarang sangat merindukan berlari dengan desiran angin dari arah laut menerpa wajah saya, merasakan pasir di sela-sela jari kaki saat berjalan ke arah air. Memanjatkan doa sebelum kaki mencapai air laut, hingga merasakan aroma asinnya air laut yang terhirup oleh hidung dan melegakan rongga sinus saya.

Pergi ke pantai adalah hal pertama yang akan saya lakukan saat wabah berakhir. Mungkin saja saya akan membeli seporsi lumpiang atau beli jagung bakar, satu hal yang hampir tidak pernah saya lakukan saat main ke pantai, hitung-hitung membantu penjual lumpiangnya saat pantai mulai bergeliat.

Traveling: Mimpi saya saat wabah berakhir

Terus terang, saya sudah melupakan mimpi saya untuk bisa main ke Bangkok dan Ayuthaya. Saya juga tidak tahu apakah nanti uang yang sedianya akan saya gunakan main ke Thailand itu akan masaih bertahan hingga social distancing berakhir. Mungkin saja uang itu akhirnya harus habis pada masa ini. Traveling tetap jadi mimpi saya saat wabah berakhir yang harus saya penuhi.

Sebenarnya saya ingin traveling yang jauh, setidaknya keluar pulau Bali. Ke Semarang atau Lasem misalnya, seperti yang telah lama saya inginkan. Melihat Bali yang sangat terpuruk dan terpukul, saya telah memantapkan diri untuk main di Bali saja. Main ke tempat wisata yang selama ini ditutup, makan di restoran atau warung lokal, dan belanja di tempat pengusaha lokal akan menjadi prioritas saya. Saya suka berkunjung ke Museum, jadi saya akan berkunjung ke setidaknya 4 museum selama sebulan setelah wabah berakhir.  Saya tahu yang saya lakukan mungkin tidak terlalu banyak berarti, tapi saya yakin jika Sobat Urvasu ikut melakukannya, sedikit demi sedikit kita akan bergeliat bangkit bersama.

Belanja Produk Lokal dan Mendukung Pengusaha Lokal

Saya bukanlah orang yang hobi belanja. Sama sekali tidak pernah berbelanja hal yang saya tidak benar-benar diperlukan. Sepatu baru saya ganti setelah yang lama sol nya jebol, baju pun sudah hampir 3 tahun tidak pernah beli yang baru karena saya sering dapat baju gratis dari tempat kerja maupun kegiatan-kegiatan volunteer.

Setelah wabah berakhir, saat ada hal yang ingin saya beli, saya akan berusaha membelinya dari pengusaha lokal. mungkin pengusaha lokal Bali jika barangnya tersedia. Tolong jangan melihat ini sebagai fanatisme sempit, tapi lihatlah sebagai bentuk support pada yang paling membutuhkan, orang-orang di linkungan terdekat kita. Sekali lagi apa yang akan saya lakukan tentunya tidak akan terlalu banyak berarti. Untuk membuatnya lebih berarti, saya ingin mengajak semua sobat Urvasu untuk melakukan hal ini juga di tempatnya masing-masing. Saya sangat percaya bahwa hal kecil yang kita lakukan akan berdampak lebih besar pada orang di sekitar kita.

Itu sebagian mimpi saya setelah wabah berakhir, sebenarnya ada banyak mimpi lagi yang ingin saya ceritakan, tapi takutnya nanti dibilang curhat, hehehehe. Sobat Urvasu pasti juga punya mimpi kan setelah wabah ini berakhir. Yuk share di kolom komentar.

 

 

Cerita Lucu di Rumah Sakit

Urvasu_ilustrasi rumah sakit_Cerita lucu di Rumah Sakit
Ilustrasi Rumah Sakit- gambar hanya sebagai pemanis 🙂 Sumber: Freepik

Di saat pandemi ini, rumah sakit jadi tempat yang luar biasa sibuk. Dengan protokol kesehatan yang harus dikerjakan, demikian juga jumlah pasien yang bertambah banyak. Salut kepada semua rekan-rekan tim medis maupun non medis yang bekerja tanpa kenal lelah di rumah sakit.

Nah sekarang saya mau ceritakan sisi lucu dari beberapa kejadian di rumah sakit. Mungkin sobat Urvasu ada yang gak tahu kalau dulu saya pernah bekerja di sebuah rumah sakit swasta di Bali sebagai account officer untuk asuransi.  Karena tiap hari di rumah sakit, ada saja kejadian yang  bisa bikin ketawa. Nah sekarang saya akan berbagi cerita lucu yang pernah saya alami buat hiburan selama di rumah aja.

Saya gak mau rawat jalan, saya mau rawat telinga

Waktu itu sebenernya saya lagi gak tugas, tapi baru selesai beres-beres setelah event. Pas sedang melepas lelah di sofa kantor, tiba-tiba telpon bunyi. Di seberang sana anak registrasi rawat jalan menanyakan tentang kartu asuransi. Karena saya gak pernah dengar nama kartu itu, saya pun turun ke bagian rawat jalan untuk lihat sendiri kartunya.

Karena kartu baru dan belum pernah diterima di RS tersebut, akhirnya saya minta pasien menunggu sementara saya meminta staff lain untuk membantu menelepon ke nomor yang tertera di asuransinya sementara saya meng-update kartu tersebut ke database asurasi. Saat staff itu selesai menelpon diapun menginformasikan jawaban ke staff registrasi.  Saya masih di registration station saat saya mendengar percakapan antara si pasien dan petugas registrasi.

“Pak, maaf ini kartunya gak menjamin untuk rawat jalan, jadi…” kata mba di registrasi yang langsung disamber sama si pasien.”Saya gak mau rawat jalan mba, saya mau rawat telinga saya ke dokter THT”.

Mba nya masih jawab dengan sabar, ” Ia pak, maksudnya kartu yang bapak bawa ini tidak menanggung biaya rawat jalan, karena itu…” Si bapaknya sudah nyamber lagi “Mba kan saya dah bilang, saya gak mau rawat jalan, saya mau periksakan telinga saya ke THT. Saya kesini bukan karena saya gak bisa jalan trus minta dirawat”. Duh saya langsung gak bisa nahan senyum simpul saya. Mba nya sepertinya sudah susah jelasin karena disamber terus sama bapak itu.

Akhirnya saya dekati bapaknya dan bilang “Pak, ke THT nya mau periksa saja atau ada jadwal untuk tindakan operasi yang perlu opname? Kalau hanya periksa saja trus langsung pulang itu namanya rawat jalan Pak. Kartu yang Bapak bawa ini tidak menjamin biaya pemeriksaan di rawat jalan. Jadi kalau Bapak mau periksa ke dokter THT harus bayar.”

Bapaknya lalu menjawab ” ooh gitu, jadi rawat jalan it abis periksa langsung pulang ya, saya kira dirawat karena ada masalah dengan berjalan. Ya sudah ntar saya bayar sendiri”

Ya ampun Bapak, makanya dengerin dulu petugas rumah sakitnya, jangan  nyamber terus kaya api liat bensin 😀

Baca juga: Blayag Karangasem, Makanan Nikmat di Timur Bali

Cerita lucu di Rumah Sakit: Menggonggong Gak?

Kali ini giliran saya yang jadi pasien. Batuk-batuk selama hampir dua minggu ini sangat menggangu saya. padahal saya sudah beli obat bebas untuk hilangkan batuknya. Akhirnya saya ke dokter perusahaan yang ada di lantai 1 RS tersebut.

” Eh tumben berkunjung ke ruang praktek, kenapa ini? kata dokter perusahaan. “Batuk Dok, udah hampir dua minggu ini gak sembuh-sembuh” kata saya. Dokter memberikan beberapa pertanyaan lagi: batuk nya kering atau berdahak, lebih parah atau malam hari. Saat saya jawab malam, dokter bertanya: “Menggonggong gak?”

Dengan spontan saya jawab” Gak lah dok, saya kan orang bukan dogi, jadi saya gak menggonggong.” Buset ni dokter, segede ini jalan dengan 2 kaki pake baju dan name tag  saya ditanyain mengonggong. Emang ada gitu tampang saya mirip Pluto, peliharaannya Mickey Mouse? Dokternya langsung jawab lagi: “Maksudnya batuknya itu seperti menggonggong gak, terus menerus gak berenti”.

“Bilang dong Dok, itu batuknya, bukan saya-nya yang ditanyain menggongggong. Gak Dok, masih bisa berhenti itu batuk” jawab saya sambil senyum. Akhirnya saya diperiksa lalu diberikan obat untuk batuk yang tidak menggonggong itu.

“Untung temen, kalo bukan udah dilabrak neh dokter, ngasi pertanyaan gak jelas, bilang-bilang menggonggong pula,” gerutu saya dalam hati. Besok-besok beri pertanyaan yang jelas ya Dok, kali aja yang diperiksa lagi sensitif, ntar malah Dokter dimarahin sama pasiennya. 😀

Ringkasan Cerita Malat: Cerita Panji dari Bali bag. 3- Habis

Halo Sobat Urvasu,

Setelaha lama gak update cerita Panji ini, akhirnya saya punya niat yang cukup besar untuk melanjutkan cerita ini, hehehe. Yuk kita simak kelanjutan cerita Panji dari Bali ini.

Urvasu_cerita Panji dari Bali
Nrangkesari bersama dayang -dayangnya di istana Lasem – Pertunjukkan Gambuh

Lamaran Raja Lasem untuk Putri Gegelang

Raja Lasem dikunjungi oleh adiknya yang bungsu, Raja Mataram. Tujuan Mataram adalah meminta kakaknya mencarikan seorang putri sebagai calon istrinya. Lasem mengutus beberapa pelukis untuk menggambar putri beberapa kerajaan. Selang beberapa lama, para pelukis kembali dengan gambar beberpa putri, termasuk Ratna Ningrat dari Gegelang. Raja Mataram jatuh cinta pada putri Gegelang, dan meminta kakanya melamarkan Ratna Ningrat untuk dirinya.

Lasem mengirimkan seorang patih untuk melamar Ratna Ningrat. Berbekal sepucuk surat, maka ia pun menuju gegelang meminta raja untuk menyerahkan sang putri pada Lasem untuk dinikahkan dengan Raja Mataram.

Raja Gegelang menolak lamaran itu, karena putrinya sudah dijodohkan dengan pangeran Kediri, Wiranantarja. Patih menyanggah, bukankan Pangeran Kediri sudah hilang, mengapa harus menyerahkan putrinya pada orang yang tidak tahu rimabanya.

“Daripada menyerahkan putri semata wayang ku pada Mataram, aku akan membawanya ke hutan sebagai pertapa saat aku turun tahta”, kata sang raja dengan tegas.  Utusan itu berkata, “jika demikian, tunggulah, Gegelang akan dihancurkan Lasem.”

Raja Gegelang menyiapkan dirinya berperang dengan Lasem, dikirimnya surat  pada saudara-saudaranya untuk membantu. Panji yang saat itu masih ada di Singasari  juga dipanggil serta. Sri Ajin Melayu juga telah menyiapkan orang-orangnya untuk berperang.

Perang di Widasari

Lasem tidak mau ketinggalan. Dipanggilah lah adik-adiknya, Raja Cemara dan Pajang telah bergabung dengannya. Ia juga meminta Raja Metaun untuk datang, tapi ternyata Yang Mulia sedang sakit keras, jadi hanya mengirimkan tentaranya saja. Lasem pergi perang dengan berpamitan pada permaisurinya dan Langkesari. Episode ini dapat dibaca disini.

Sesampainya di Widasari, ternyata pihak Gegelang telah mengumpulkan kekuatan dan mendirikan tenda. Raja Lasem tidak menunggu lama untuk memberikan kejutan pada Gegelang. Malam itu juga dikirimkan beberapa orang terpilih untuk melakukan serangan kejutan. Panji dan yang lainnya sedang berada di benteng utama untuk menyiapkan strategi perang.

Saat itulah terjadi keributan. Benteng prabangsa dibakar oleh orang-orang Lasem. Panji dan Prabu Melayu bergegas keluar. Saking tergesa-gesanya, mereka tidak sadar bahwa keris mereka tertukar. Para perusuh telah pergi, semuanya kembali ke benteng masing-masing untuk menyiapkan diri.

Pagi hari sebelum perang dimulai, Panji berniat membersihkan kerisnya. Alangkah kagetnya dia saat menghunus keris yang dibawanya sejak tulisan emas Wiranantarja, Putera Raja Kediri. Panji juga menyadari bahwa penyamarannya telah terbongkar karena di kerisnya juga terdapat namanya. Keduanya bertemu di ruang rapat dan saling mengenali. Pertemuan yang sangat mengharukan.

Perang terjadi dengan sangat sengit. Kedua belah pihak saling serang dengan kekuatan penuh. Panji menaiki gajah memimpin pasukannya bersama dengan Prabu Melayu. Panji berhadapan dengan Lasem. Kesaktian Lasem memang sangat hebat, dan nyaris membuat Panji kewalahan. Keduanya berperang mengerahkan kesaktiannya masing-masing.  Setelah lama bertempur, akhirnya Lasem tewas di tangan Panji. Raja Cemara menyerahkan diri kepada Gegelang.

Condong-Lasem- Pertunjukkan Gambuh
Condong- Dayang di Kerajaan lasem

Nrangkesari ditemukan

Setelah sore, Raja Melayu merangsek ke benteng musuh. Sepanjang jalan dilihatnya mayat-mayat raja bergelimpangan. dari arah benteng, ada beberapa wanita dengan pakaian indah menghunus keris menuju medan perang mencari-cari jenazah rajanya lalu melakukan satya.  Raja Melayu meneruskan perjalanannya sampai ke benteng Lasem, dilihatnya seorang dayang berjalan menuju sebuah tenda yang lebih kecil. Dayang itu diikutinya dan ia mendengar percakapan antara dayang tersebut dengan beberapa orang wanita lainnya.

“Putri, persiapkan diri anda untuk mesatya. Ratu Lasem sudah menunggu Anda untuk turun ke medan perang.” Dayang itu berkata dengan suara bergetar.

“Untuk apa tuan putriku ikut mesatya? Dia bukanlah istri yang sah dari rajamu, dan kami juga bukan anggota kerajaan Lasem. Katakan pada ratu Lasem, tuan putriku tidak ikut serta. Jika dia mau mesatya, biar dia lakukan sendiri” Jawab seorang dayang dengan sangat ketus dan nada mengejek. Dayang utusan itu kembali ke tenda utama.

Prabu Melayu masuk ke tenda itu disambut dengan hunusan keris dari empat dayang yang mengelilingi sang Putri. Saat ia melihat sang putri, meneteslah air matanya. Itulah kakak yang selama ini ia cari hingga ke Melayu dan kembali ke Jawa. Mereka saling mengenali, dan kemudian pergi dari benteng musuh menuju ke benteng Gegelang.

Melihat Prabu melayu dengan tawanan perang yang sangat cantik, Panji penasaran. Iapun bertanya pada Prabu Melayu, namun Raja Melayu tetap merahasiakan siapa sebenarnya tawan perang itu. Berhari-hari lamanya Prabu Melayu menyembunyikan hal ini, hingga tiba saatnya menghadap Raja Gegelang.

Di balairung istana, semua akhirnya terbuka. Prabu Melayu membuka penyamarannya kepada pamannya, Prabu Gegelang. Pun ia memberi tahu bahwa puteri tawanan perang yang dia bawa dari Lasem adalah kakaknya yang selama ini ia cari. Panji kemudian mengaku kepada raja dialah Inu, keponakan raja dari Jenggala. Orang Jenggala senang melihat pangerannya yang hilang, demikian juga dengan orang Daha. Wirantarja dinikahkan dengan Ratna Ningrat, dan Inu dinikahkan dengan Nrangkesari. Semuanya kembali pada orang tuanya masing-masing dan hidup berbahagia.

Sobat, itu dia cerita tentang Panji dari Bali yang dikenal juga dengan nama Malat. Jangan lupa ya untuk membaca cerita ini dari awal. Jangan lupa tinggalkan komentar ya. Sampai jumpa pada postingan selanjutnya.